Latest Entries »

Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Adapun karakteristik Limbah B3 sesuai PP No. 18 Tahun 1999 meliputi :

  • Limbah mudah meledak

adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.

  •  Limbah mudah terbakar

adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut :

  • Limbah yang berupa cairan yang mengandung alcohol kurang dari 24% volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari 60 C (140 F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
  • Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperature dan tekanan standar (25⁰ C, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus.
  • Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar.
  • Merupakan limbah pengoksidas
  • Limbah yang bersifat reaktif

adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut :

  • Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan.
  • Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air
  • Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
  • Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
  • Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25⁰ C, 760 mmHg).
  • Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
  • Limbah beracun

adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.

Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah nomor 18 Tahun 1999. Apabila limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat dalam Lampiran II, dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai ambang batas zat pencemar tidak terdapat pada Lampiran II tersebut maka dilakukan uji toksikologi.

  •  Limbah yang menyebabkan infeksi.

Bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.

  • Limbah bersifat korosif

adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat sifat sebagai berikut :

  • Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
  • Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55⁰
  • Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

Mari Berinvestasi

Satu hal yang selalu membayangi ketika memperoleh penghasilan bulanan ialah bagaimana memenuhi kebutuhan keluarga dan menyisihkan sebagian penghasilan untuk berinvestasi. Ternyata memang masih menjadi momok ketika kita belum benar-benar kokoh dalam hal finansial untuk memulai investasi yang aman dan menguntungkan. Persepsi menabung atau berinvestasi dengan sisa penghasilan setiap bulan adalah suatu pemikiran yang segera harus diubah. Berinvestasi yang baik adalah memaksa menyisihkan atau mengalokasikan langsung sebagian penghasilan yang diperoleh. Hal ini terkesan ekstrim namun memang butuh pertimbangan dan perhitungan yang matang sebelum memulai berinvestasi. Bila memang penghasilan sudah mencukupi semua keperluan keluarga, maka pilihan investasi akan sangat bermanfaat untuk kehidupan di masa yang akan datang.

Saya akan memulai menceritakan pengalaman berinvestasi sejak tahun pertama bekerja sampai akhir tahun 2014, yang saya yakini akan terus menambah jenis investasi lain sesuai kemampuan finansial. Ada banyak pilihan investasi, namun saat ini marak investasi instan yang bodong dan menjanjikan hasil fantastis dalam waktu singkat. Perlunya mempelajari dan mencari tahu informasi akurat sebanyak-banyaknya adalah hal yang wajib dilakukan sebelum memulai investasi sehingga tidak tertipu dan menyesal nantinya. Investasi pertama saya dimulai pada akhir tahun 2011 dengan memperolah modal hasil dari menabung selama kurang lebih 1,5 tahun bekerja. Pilihan investasi saya yang pertama ialah dengan membeli lahan produktif seluas 2 ha yang mampu menghasilkan pasif income kurang lebih 100-200 ribu per bulan dan akan meningkat setiap tahunnya. Lahan ini memang ditanam dan dikelola oleh koperasi yang bekerja sama dengan pihak perusahaan dengan sistem bagi hasil.

Pada tahun kedua, tepatnya bulan Juni 2012 saya mulai memikirkan untuk investasi masa depan dengan mengajukan angsuran untuk memiliki rumah sederhana tipe 36/72 selaman 15 tahun di daerah Cilebut, Bogor. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) saya anggap investasi jangka panjang karena nilai jual tanah dan rumah akan selalu naik. Angsuran rutin tiap bulan membuat saya semakin disipilin dan termotivasi karena pada akhirnya rumah tersebuit akan menjadi hak milik setelah lunas. Hal ini sangat berbeda jika kita memilih untuk mengontrak/sewa rumah karena pembayaran yang dilakukan setiap bulan tidak akan membuat kita memiliki rumah tersebut. Pada tahun yang sama tepatnya bulan Juli 2012, saya kembali tergiur untuk memanfaatkan penghasilan yang saya miliki dengan membeli tanah ukuran 200 m2 di Kecamatan Jonggol, Bogor dengan cara angsuran selama 40 bulan. Begitu memperoleh penawaran, langsung saya ambil karena yakin investasi ini akan sangat menjanjikan terutama lokasinya yang berpotensi untuk dikembangakan dan dekat dengan perumahan milik developer besar (Ciputra Goup).

Akhir tahun 2013, saya menikah dengan istri tercinta. Keinginan untuk kembali berinvestasi tidak surut meskipun sudah berkeluarga karena sejatinya semua yang saya lakukan adalah untuk keluarga dan akan menjadi aset keluarga. Bulan Desember 2013, saya memilih untuk menjual rumah KPR pertama dengan keuntungan yang lumayan besar untuk mengajukan kembali KPR di kompleks perumahan yang sama, tentunya dengan harga dan ukuran tanah yang lebih besar yaitu tipe 36/146. Hal ini menjadi pilihan saya karena ingin membangun rumah tumbuh di kemudian hari dengan luas tanah yang memadai.

Hasrat investasi saya selalu membara dan akhirnya pada bulan Oktober tahun 2014, saya kembali mengikuti program investasi kepemilikan apartemen di Bali ukuran 35 m2 (1,5 lantai). Investasi ini sangat mudah dan murah dengan sistem menabung 15 bulan untuk pembayaran uang muka, dilanjutkan pembayaran inhouse kepada developer selama 20 tahun dengan harga yang sangat terjangkau. Saya pilih investasi di Pulau Dewata karena memiliki hobi traveling bersama istri dan sudah beberapa kali kami ke Bali. Tentu akan sangat menyenangkan bila memiliki apartemen yang dapat disewakan atau digunakan sendiri saat liburan ke Bali bersama keluarga.

Pilihan untuk berinvestasi di sektor properti selalu menjadi magnet utama karena harga tanah, rumah, maupun apartemen tidak akan pernah turun kecuali ada hal-hal tertentu. Beberapa jenis investasi yang sudah saya jalani mungkin akan terus bertambah dan saat ini memang cukup menyita pos pengeluaran yang cukup besar dari penghasilan bulanan. Tapi saya selalu yakin bahwa investasi ini akan menghasilkan keuntungan yang luar biasa beberapa tahun kedepan. Memang sangat berat dilakukan pada saat memulai, namun yakinlah bahwa semua investasi yang benar dan terpercaya akan menuai “keindahan” pada waktunya. Mari Berinvestasi!!

KERJA vs TESIS

Hari yang sangat melelahkan ketika harus bergulat dengan setumpuk dokumen dan data-data yang masih berhamburan menjelang penilaian PROPER di salah satu PKS di Kepulauan Bangka. Tidak seperti biasanya, dimana setiap orang menghabiskan waktu luang di akhir pekan, saya malah asyik bekerja mempersiapkan ‘pertempuran’ yang hasilnya sangat berpengaruh terhadap perusahaan.

Malam ini, tepat satu minggu berlalu sejak kedatangan saya bersama tim untuk menyelesaikan pekerjaan menantang di pulau bangka. Ini adalah pengalaman pertama saya ke Bangka dan bersyukur bahwa lokasi kebun yang saya kunjungi kali ini cukup memberikan kenyamanan untuk terus tinggal di Mess management dengan segala fasilitasnya. Tepat di hari kelima dimana seharusnya saya kembali ke ibukota bersama tim, datanglah mandat yang mengharuskann saya extend seorang diri untuk support pekerjaan lain.

Yaa.. PROPER!! sudah tidak asing alagi bagi saya, namun kali ini harus support pada unit yang selama ini tidak pernah saya ‘handle’. dengan kerjasama tim, saya optimis bisa melalui penilaian esok hari dengan sukses dan tentunya dengan hasil yang memuaskan. itulah satu-satunya harapan yang mungkin bisa mengobati kerinduan saya akan ibukota dan tempat tinggal tercinta.

Dari sekelumit pekerjaan yang tak henti-hentinya menerpa, saya teringat kembali bahwa ada kewajiban lain yang harus segera diselesaikan dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama. Sejak seminar proposal tesis 2 minggu lalu, hingga saat ini saya belum pernah lagi menyentuh dan mewujudkan rancangan penelitian yang sudah disusun. Bisa dibayangkan betapa sulitnya membagi waktu antara pekerjaan dengan kepentingan studi pasca sarjana saya. Namun itulah jalan yang saya pilih dan menjadi konsekuensi yang harus saya terima. Saat ini saya hanya bisa ‘fight’ mejalani keduanya dengan harapan dapat terus berjalan seiring dan saling mendukung. So, ‘Kerja vs tesis’ bukanlah ide yang tepat. Mari bekerja sambil belajar dan belajar sambil bekerja. Tetap semangat,,,

Apa itu ISCC??

ISCC (International Sustainability & Carbon Certification) merupakan sistem sertifikasi bertaraf internasional pertama untuk membuktikan “sustainability”, “traceability” dan penghematan dari efek gas rumah kaca untuk segala jenis produksi biomass (energi yang terbarukan). CPO bersertifikasi ISCC berpotensi untuk mendapatkan premium sekitar 20 – 30 dolar AS per metrik ton dari harga di pasar dunia.

ISCC menjelaskan peraturan dan prosedur untuk sertifikasi biomassa dan bioenergi dalam bahan bakar dan sektor listrik, yang bertujuan mengurangi gas rumah kaca, pengelolaan lahan yang berkelanjutan dan perlindungan habitat alam.  Sertifikakasi tersebut bersifat independen, yang dilakukan oleh lembaga sertifikasi dan diakui BLE yang bekerja sama dengan ISCC.  Audit dilaksanakan berdasarkan prosedur terdokumentasi dan daftar periksa ISCC yang telah dikembangkan

Tujuan dari ISCC adalah untuk pembentukan system yang berorientasi internasional, praktis, dan transparan untuk sertifikasi biomassa dan bioenergi.  ISCC difokuskan pada :

  •  Pengurangan gas rumah kaca,
  •  Pengelolaan lahan berkelanjutan,
  •  Perlindungan habitat alam dan
  •  Keberlanjutan sosial

ISCC diuji dalam fase uji coba selama dua tahun, dan pada 18/01/2010 telah dilakukan sistem sertifikasi pertama untuk Ordonansi Keberlanjutan Biofuel (Biofuel Ordonansi Keberlanjutan) oleh Badan Federal untuk Pertanian dan Pangan (BLE). Jadi ISCC telah berjalan sejak awal 2010 dan telah mengeluarkan lebih dari 200 sertifikat (Februari 2011).

ISCC dapat digunakan untuk segala bentuk biomassa.  Di antaranya tanaman klasik untuk produksi energi termasuk gandum, tebu, jagung, kedelai, dan kelapa sawit.

Kriteria Sertifikasi ISCC :

1. Persyaratan mengenai sustainability

Penanaman untuk produksi biomassa harus mematuhi persyaratan sustainability, yakni:

–Perlindungan terhadap area HCV
–Perlindungan terhadap area dengan stok karbon yang tinggi
–Perlindungan terhadap lahan gambut, dan
–Pengelolaan kebun yang berkelajutan
Standar-standar yang harus dipenuhi dituangkan dalam dokumen ISCC 202 Sustainability Requirements for the Production of Biomass
2. Persyaratan mengenai reduksi emisi gas rumah kaca dan metodologi perhitungannya

Untuk pemenuhan persyaratan ini, produksi biomassa cair harus dapat mereduksi emisi gas rumah kaca sebesar 35%. Oleh karena itu dibutuhkan data-data seperti:

–Kebutuhan bahan energi (pemupukan, transportasi operasional, listrik dan pompa, land application)
–Peralatan yang mengakibatkan munculnya emisi (genset, transport operasional, transport buah, dll)
Standar-standar yang harus dipenuhi dituangkan dalam dokumen ISCC 205 GHG Emissions Calculation Methodology and GHG Audit.
3. Persyaratan mengenai traceability (penelusuran)

 Asal mula biomassa berkelanjutan (dalam hal ini adalah TBS) yang digunakan untuk memproduksi biomassa cair harus ditelusuri melalui berbagai tahap produksi dan pasokan sampai ke produksi biomassa tersebut.

Standar-standar yang harus dipenuhi mengenai sistem penelusuran tertuang dalam dokumen ISCC 203 Requirements for Traceability. Sedangkan metodologi perhitungan mass balance tertuang dalam dokumen ISCC 204 Mass Balance Calculation Methodology.

Konsep 5 R

Dalam istilah lingkungan Konsep 5 R berasal dari 5 kata dalam bahasa Inggris yaitu Reduce (Mengurangi), Reuse (Menggunakan kembali), Recycle(Mendaur Ulang), Replace (Menggunakan kembali) dan Replant (Menanam Kembali).

Istilah – istilah ini sering disebutkan dalam upaya melestarikan lingkungan hidup. Untuk dapat diterapkan, berikut ini dijelaskan tentang konsep 5 R.

1. Recycle

Recycle atau mendaur ulang adalah kegiatan mengolah kembali atau mendaur ulang. Pada perinsipnya, kegitan ini memanfaatkan barang bekas dengan cara mengolah materinya untuk dapat digunakan lebih lanjut. Contohnya adalah memanfaatkan dan mengolah sampah organik untuk dijadikan pupuk kompos.

2. Reuse

Reuse atau penggunaan kembali adalah kegiatan menggunakan kembali material atau bahan yang masih layak pakai. Sebagai contoh, kantong plastik atau kantong kertas yang umumnya didapat dari hasil kita berbelanja, sebaiknya tidak dibuang tetapi dikumpulkan untuk digunakan kembali saat dibutuhkan. Contoh lain ialah menggunakan baterai isi ulang.

3. Reduce

Reduce atau Pengurangan adalah kegiatan mengurangi pemakaian atau pola perilaku yang dapat menguarangi produksi sampah serta tidak melakukan pola konsumsi yang berlebihan. Contoh menggunakan alat-alat makan atau dapur yang tahan lama dan berkualitas sehingga memperpanjang masa pakai produk atau mengisi ulang atau refill produk yang dipakai seperti aqua galon, tinta printer serta bahan rumah tangga seperti deterjen, sabun, minyak goreng dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi bertumpuknya sampah wadah produk di rumah Anda.

4. Replace

Replace atau Penggantian adalah kegiatan untuk mengganti pemakaian suatu barang atau memakai barang alernatif yang sifatnya lebih ramah lingkungan dan dapat digunakan kembali. Upaya ini dinilai dapat mengubah kebiasaan seseorang yang mempercepat produksi sampah. Contohnya mengubah menggunakan kontong plastik atau kertas belanjaan dengan membawa tas belanja sendiri yang terbuat dari kain.

5. Replant

Replant atau penamanan kembali adalah kegiatan melakukan penanaman kembali. Contohna melakukan kegiatan kreatif seperti membuat pupuk kompos dan berkebun di pekarangan rumah. Dengan menanam beberapa pohon, lingkungan akanmenjadi indah dan asri, membantu pengauran suhu pada tingkat lingkungan mikro (atau sekitar rumah anda sendiri), dan mengurnagi kontribusi atas pemanasan global.

Dengan menerapkan konsep 5 R yang telah dibahas, kita dapat ikut serta dalam melestarikan dan memlihara lingkungan agar tidak rusak atau tercemar. Konsep ini sangat baik diterapkan mulai dari lingkungan rumah tangga maupun di lingkup perusahaan

Ternyata sudah cukup lama tidak menulis dalam blog ini, lebih dari setahun rasanya. Akhirnya kali ini mendapat kesempatan untuk kembali menulis meskipun sekedar untuk mengisi waktu berbuka puasa di kampung halaman tercinta, Bandar Lampung  :))

Sudah 6 bulan lebih kembali bekerja di Ibukota setelah petualangan mengesankan di Kalimantan Selatan tepatnya di Batu Ampar Estate. Banyak pelajaran berharga selama bekerja bersama rekan-rekan di PSM 3, mulai kegiatan monitoring lingkungan, PROPER, hingga audit RSPO. Semua pengalaman selama di Kalsel akan menjadi bekal dalam menjalani pekerjaan yang lebih menantang di Kantor Pusat.

Momen kepindahan kembali ke Kantor Pusat terjadi tepat setelah Main Audit RSPO Region Klasel 1 dari lembaga sertifikasi eksternal SAI Global. Namun proses kepindahan ini cukup panjang mengingat adanya tanggung jawab pekerjaan dan menunggu tambahan staff baru di Region Kalsel 2. Namun ada satu alasan yang paling berpengaruh dalam proses persetujuan mutasi ke Kantor Pusat yaitu untuk melanjutkan studi Pascasarjana.

Manajemen akhirnya setuju untuk memberikan kesempatan ‘sekolah’ sambil bekerja di kantor pusat, tanpa bantuan beasiswa dan ikatan dinas. Tentu hal ini menjadi tantangan dan kesempatan besar yang harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Seiring berjalannya waktu, ternyata kondisi ini cukup berat karena harus menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran lebih untuk bisa fokus pada pekerjaan dan kuliah. Tugas pekerjaan dan tugas kuliah menjadi menu pokok dalam keseharian di Ibukota. Tapi dengan semangat dan kemauan untuk maju, semua hambatan dapat teratasi. Hasilnya, pekerjaan terselesaikan dan perkuliahan pun lancar. Waktu begitu cepat sampai tak terasa bahwa 2 minggu lagi semester 2 akan berkahir.

Kuliah Jum’at malam sepulang kerja dilanjutkan sabtu pagi sampai menjelang malam merupakan perjuangan yang harus dilalui, terlebih untuk menuju kampus pascasarjana IPB Baranangsiang – Bogor membutuhkan setidaknya 1,5 jam dari Jakarta menggunakan Commuter Line. Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan menjadi pilihan untuk mengembangkan kompetensi dan wawasan yang akan sangat membantu untuk peningkatan pengetahuan dan jenjang karir. Semoga 🙂

 

 

PROPER

Program penilaian peringkat kinerja perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan (PROPER) merupakan instrumen kebijakan alternatif untuk meningkatkan tingkat penaatan perusahaan dan mengurangi tingkat pencemaran perusahaan melalui mekanisme penyebaran tingkat kinerja penaatan perusahaan secara nasional. Perusahaan Peserta PROPER Nasional yang diverifikasi oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut :

  • Berdampak penting terhadap lingkungan;
  • Berdampak besar terhadap lingkungan; (skala besar dalam kapasitas produksi dan jumlah limbah)
  • Berpotensi merusak dan mencemari lingkungan;
  • Perusahaan publik yang terdaftar: (Pasar modal dalam negeri & Pasar modal luar negeri);
  • Berorientasi ekspor.

Dalam penilaian PROPER terdapat 5 peringkat warna yang menunjukkan kinerja pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, kriteria penilaian dalam PROPER yang harus dipenuhi, meliputi :

 Untuk memperoleh PROPER Peringkat Hijau, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu :

Kriteria  Penilaian Pengelolaan Pelaporan
Sistem Manajemen Lingkungan
  • Implementasi SML: komitmen, struktur, dokumentasi, program, monitoring, review
  • Sertifikasi SML
Tiap tahun
CD/CSR
  • Kebijakan organisasi
  • Memiliki organisasi yang bertanggung jawab dalam kegiatan pengembangan masyarakat dan partisipasi masyarakat
  • Rencana kerja selama 5 tahun
  • Mengkompensasi kerusakan lingkungan akibat operasi perusahaan
  • Mengikutseertakan dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan di sekitar lokasi kegiatan perusahaan
  • Hasilnya tepat sasaran
Tiap tahun
Pengelolaan Air
  • Audit penggunaan air
  • Neraca penggunaan air
  • Implementasi 3R
  • Efisiensi penggunaan air
Tiap tahun
Udara/Energi
  • Program konservasi energi dan pengurangan emisi min 2 %
  • Audit penggunaan energi dan pengurangan emisi
  • Pengurangan penggunaan bahan perusak ozon
  • Pengurangan GRK minimal 2%
Tiap tahun
Limbah B3
  • Upaya 3R minimal 20% dari total limbah B3 dihasilkan
Tiap tahun
Limbah Padat Non B3
  • Upaya 3R minimal 20% dari total limbah padat dihasilkan
Tiap tahun

Pencapaian Peringkat PROPER terutama berpengaruh pada:

  • Pencitraan perusahaan ke Stakeholder, terutama bank, investor dan NGO
  • Pengaruh terhadap proses dan resiko kredit perbankan (PBI No. 7/2/PBI/2005): Penilaian prospek usaha, Insentif dan disinsentif pinjaman perusahaan (discount rate bunga kredit)

 Manfaat PROPER

Pemerintah

Perusahaan

Investor & LSM

Instrumen penaatan yang cost effective Alat benchmarking non financial Clearing house untuk kinerja perusahaan
Media untuk mengukur keberhasilan program Pendorong untuk Produksi bersih “citra perusahaan” Ruang untuk pelibatan masyarakat dalam pengelolaan LH
Pendorong untuk penerapan basis data yang modern Media untuk mengukur kinerja penaatan perusahaan
Instrumen untuk mendorong ke arah lebih dari penaatan Instrument untuk mendorong ke arah eco efficiency

Roundtable On  Sustainable Palm Oil atau biasa disebut RSPO merupakan prakarsa (inisiatif) dari pihak-pihak pemangku kepentingan global Industri kelapa Sawit untuk mendorong pertumbuhan dan penggunaan minyak sawit yang lestari (sustainable) melalui dialog yang terbuka pada seluruh rantai pasokan. RSPO Secara resmi didirikan  berdasarkan pasal 60 Swiss Civil Code pada tanggal 8 April 2004. Sustainable Palm Oil atau produksi minyak lestari merupakan Pengelolaan Kebun dan Mill secara berkelanjutan   (Sustainable)  baik dari aspek Ekonomi Finansial maupun dari aspek Sosial dan Lingkungan, dengan memperhatikan aspek transparansi  yang mencakup kebun, Mill (pabrik) dan Smallholder (plasma). Keanggotaan dalam RSPO terdiri dari :

  1. Perkebunan kelapa sawit
  2. Pabrikan minyak sawit atau pedagang
  3. Perusahaan consumer goods
  4. Pedagang eceran (Retailer)
  5. Bank dan investor
  6. Environmental/nature conservation NGO
  7. Social/developmental NGO

Sertifikasi RSPO

Sertifikasi  Sustanable Palm Oil  pada Unit Manajemen Mill beserta kebun pemasok buah dengan Prinsip dan Kriteria  (P&C) Sustainable Palm Oil (SPO). Sertifikasi Supply Chain Requirement atau Chain of Custody atau Penelusuran asal usul Tandan  Buah Segar (TBS) atau Fruit Fresh Bunch (FFB). Dalam proses Sertifikasi Asesmen ada proses Audit oleh Lembaga Sertifikasi  RSPO yang memberikan sertifikat RSPO dengan menggunakan Standar P&C RSPO dimana masa sertifikat adalah 5 tahun dan setiap tahunnya akan dilakukan Surveilance audit (audit berkala).

Prinsip dan Kriteria dalam RSPO

Pada bulan  November 2005, RSPO menetapkan Prinsip dan Kriteria Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan (RSPO P&C) yang terdiri atas 8 prinsip dan 39 kriteria, kemudian bulan November 2005-2007, RSPO melakukan uji coba penerapan RSPO P&C. November 2007, RSPO menetapkan dimulainya proses sertifikasi produksi minyak sawit yang berkelanjutan (Sertifikasi RSPO) dengan RSPO P&C sebagai standard global dan Interpretasi Nasional sebagai standard yang berlaku di negara produsen.

Interpretasi Nasional RSPO

Interpretasi Nasional RSPO untuk Indonesia ini disusun oleh Indonesian National Interpretation Working Group (INA NIWG) yang dipimpin oleh Bp. Daud Dharsono (GAPKI/SMART) dan beranggotakan para pemangku kepentingan industri minyak sawit di Indonesia.  Stakeholder  yang menjadi anggota INA-NIWG adalah

  1. GAPKI (PT SMART, PT Lonsum, PT Astra Agro, PPKS, PT Makin , PT Asianagri PTPN dst),
  2. Instansi Pemerintah (Kementrian Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, Badan Pertanahan Nasional, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kantor Menko Perekonomian)
  3. NGO Sosial –Sawit Watch
  4. NGO Lingkungan – WWF Indonesia, The Nature Conservancy (TNC)
  5. Bank – Bank Mandiri, Bank Permata, SCB, Bank Mega
  6. Apkasindo (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia)

Selain itu terdapat Asosiasi lain seperti AIMMI dan  APOLIN. Interpretasi Nasional ini, disahkan pada Mei 2008, dan terdiri atas; 139 indikator nasional yang terbagi atas 65 indikator major dan 74 indikator minor. Indikator Major wajib untuk dipenuhi saat Certification Audit, dan jika terdapat ketidaksesuaian Indikator Minor maka wajib dipenuhi dalam surveillance audit berikutnya (1 tahun masa sertifikat).

8 Prinsip Produksi Minyak Sawit Berkelanjutan

  1. Komitmen terhadap transparansi (2 kriteria)
  2. Mematuhi Hukum & Peraturan Berlaku (3 kriteria)
  3. Komitmen pada kelayakan Ekonomi dan Keuangan Jangka Panjang (1 kriteria)
  4. Penggunaan praktik terbaik dan tepat oleh perkebunan dan pabrik (8 kriteria)
  5. Tanggung jawab lingkungan dan konservasi kekayaan  alam dan keanekaragaman hayati (6 kriteria)
  6. Tanggung jawab kepada pekerja, individu-individu dan komunitas dari kebun dan pabrik (11 kriteria)
  7. Pengembangan perkebunan baru secara bertanggung jawab (7 kriteria)
  8. Komitmen perbaikan terus menerus pada wilayah-wilayah utama aktivitas (1 kriteria)

Clean Development Mechanism (CDM) merupakan salah satu sumber pendanaan sebagai alternatif bagi pembangunan kehutanan dan perkebunan. Selama sepuluh tahun terakhir, laju deforestasi diperkirakan mencapai 1,6 juta ha dan luas lahan/hutan rusak yang perlu direhabilitasi meliputi lebih dari 30 juta ha(1). Kurang memadainya kondisi keuangan negara saat ini, memerlukan penggalangan sumber pendanaan alternatif guna mendukung pembangunan kehutanan dan perkebunan, dimana rehabilitasi dan konservasi merupakan program prioritas. Clean Development Mechanism (CDM) adalah salah satu sumber pendanaan luar negeri yang dapat diarahkan untuk mendukung program diatas.

Apa itu CDM ?

CDM adalah mekanisme dibawah Kyoto Protocol/UNFCCC(2), yang dimaksudkan untuk : (a) membantu negara maju/industri memenuhi sebagian kewajibannya menurunkan emisi GHGs; (b) membantu negara berkembang dalam upaya menuju pembangunan berkelanjutan dan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC). Beberapa tahun setelah Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) ditanda-tangani pada tahun 1992, upaya nyata pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs)(3), sebagai akibat aktifitas manusia belum dapat ditunjukkan. Oleh karena itu pada Conference of the Parties (COP)-3 tahun 1997 di Kyoto dicetuskanlah suatu protokol yang menawarkan flexibility mecanism, yang memungkinkan negara-negara industri memenuhi kewajiban pengurangan emisi GHGs-nya melalui kerjasama dengan negara lain baik berupa investasi dalam emission reduction project maupun carbon trading. Dibawah Kyoto Protocol, negara-negara industri diharuskan menurunkan emisi GHGs minimal 5% dari tingkat emisi tahun 1990, selama tahun 2008-2012. CDM adalah satu-satunya mekanisme dibawah Kyoto Protocol, yang menawarkan win-win solution antara negara maju dengan negara berkembang dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca (GHGs), dimana negara maju menanamkan modalnya di negara berkembang dalam proyek-proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisi GHGs, dengan imbalan CER (Certified Emission Reductions)(4).

Apa manfaat CDM bagi Indonesia

CDM merupakan peluang memperoleh dana luar negeri untuk mendukung program-program prioritas, penciptaan lapangan kerja dengan adanya investasi baru. Di sektor Kehutanan, CDM dapat diarahkan untuk mendukung(5):

  1. Pembangunan hutan tanaman pada lahan hutan yang rusak,
  2. Rehabilitasi areal bekas kebakaran,
  3. Rehabilitasi hutan mangrove dan hutan gambut,
  4. Agroforestry,
  5. Penerapan RIL (Reduced Impact Logging),
  6. Peningkatan permudaan alam,
  7. Perlindungan terhadap forest reserve yang rawan perambahan,
  8. Perlindungan terhadap hutan yang rawan kebakaran dan perambahan.

Adapun manfaat tidak langsung yang dapat dipetik Indonesia dapat berupa Technology transper, capacity building, peningkatan kualitas lingkungan, serta peningkatan daya saing.

Apakah kemungkinan kerugiannya

Dari sisi kepentingan nasional, CDM tidak menguntungkan apabila negara industri menggunakan dana ODA (Official Development Assistane). Sesuai dengan Agenda 21 UNCED (Komisi Ekonomi dan Pembangunan PBB), sumber dana kemitraan global menuju ‘sustainable development‘ adalah diluar ODA/Official Development Assistance (new & additional terhadap ODA funding). Tetapi dalam kenyataannya jumlah pemberian dana ODA semakin menurun sejak awal tahun 1990-an, yang kemungkinan dialihkan untuk membiayai komitmen lainnya, misal ke Global Environment Facility (GEF) untuk membiayai komitmen dibawah CCC (Konvensi Perubahan Iklim), CBD (Konvensi Keanekaragaman Hayati), CCD (Konvensi Penanggulangan Desertifikasi). Pengalihan dan ODA ke GEF untuk membiayai komitmen negara industri dibawah konvensi-konvensi diatas sebenarnya sudah menyalahi komitmen yang telah dibuat negara-negara industri sebelumnya yang dipertegas pada UNCED tahun 1992 tentang alokasi 0,7% dari GNP-nya untuk ‘ODA funding‘. Sedangkan penggunaan ‘ODA funding‘ untuk membiayai CDM oleh negara maju merupakan pengalihan beban yang seharusnya tidak dipikul oleh negara berkembang.

Apakah Indonesia wajib mengikuti CDM

CDM adalah peluang investasi modal asing, jadi tidak ada kewajiban bagi Indonesia untuk mengikuti. Kewajiban Indonesia dalam hal ini bukan dalam konteks CDM tetapi kewajiban sebagai peratifikasi UNFCCC(6) : berkewajiban memberikan laporan nasional secara periodik(7) tentang hasil inventarisasi gas rumah kaca (sektor energi dan non-energi), serta upaya yang telah dilakukan dalam rangka menekan dampak negatif perubahan iklim. Sedangkan sebagai negara non-annex I (negara berkembang), Indonesia belum diwajibkan untuk menurunkan emisi gas rumah kacanya, dan berhak untuk mendapatkan bantuan dana (misal melalui GEF dll) untuk capacity building dan technology transfer dalam rangka menekan dampak negatif perubahan iklim.

Apa persyaratan CDM

  1. Atas dasar suka rela (antar Pemerintah, antar swasta, dan antara Pemerintah dengan swasta).
  2. Disetujui oleh Pemerintah masing-masing.
  3. Memenuhi kriteria additionality, real, measurable, long-term benefit, dengan penjelasan seperti berikut : Pengertian additional dapat diterangkan dengan membandingkan terhadap baseline (keadaan tanpa proyek CDM). Additionality dapat ditinjau dari aspek pengurangan emisi GHGs(8), investasi(9), sumber dana(10), teknologi(11), dan regulasi(12). Proyek CDM dapat diberikan CER bila pengurangan emisi : (a) real (emisi GHGs proyek CDM < baseline), (b) measurable (tingkat emisi GHGs proyek CDM dan baseline dapat ditentukan dengan tingkat akurasi tertentu). Long-term benefit (pengurangan emisi GHGs berlangsung terus menerus sepanjang jangka waktu proyek, dan memberikan kontribusi terhadap sustainable development di negara berkembang).

Bagaimana mekanisme pendanaan CDM ?

  1. Bilateral : antar Pemerintah, antar swasta (dengan persetujuan Pemerintah), dan antara Pemerintah dengan swasta.
  2. Multilateral : pool dana dari negara industri (Pemerintah atau swasta) pada ‘Lembaga Independen’(13) dan lembaga ini menyalurkan dana untuk proyek CDM.
  3. Unilateral : host country melaksanakan proyek pengurangan emisi GHGs dengan biaya sendiri, yang dapat dipasarkan melalui pasa bebas(14).

CDM merupakan peluang investasi, dan sektor kehutanan Indonesia memiliki potensi yang besar untuk ikut serta dalam CDM. Namun perlu diingat bahwa hukum Kyoto Protocol masih belum mengikat negara industri untuk melaksanakan komitmennya dibawah protokol tersebut, karena jumlah negara yang meratifikasi belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Masalah ini masih perlu dibahas lebih lanjut dalam pertemuan negara para pihak Konvensi Perubahan Iklim (Parties to the UNFCCC) pada pertemuan di Den Haag bulan Nopember 2000 (COP-6/Six Conference of the Parties). Demikian juga masalah metodologi, aturan, dan prosedur CDM. Dan untuk sektor kehutanan, sampai saat ini masih menjadi perdebatan tentang masuk/tidaknya sink dalam CDM. Dalam menyongsong era carbon trading melalui CDM, koordinasi antar pihak terkait sangat diperlukan, misal antara Dephutbun dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, para pakar, instansi dan departemen terkait lainnya. Hal ini diperlukan baik dalam rangka penyiapan posisi Indonesia pada pertemuan-pertemuan negara para pihak (Conference of the Parties) mendatang; penyiapan institusi CDM di tingkat nasional(15); dan untuk keperluan sharing data dan informasi. Dan seiring dengan berlakunya desentralisasi, untuk keperluan implementasinya diperlukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan stakeholders lain di daerah.

(1)Sumber : Dephutbun (1999).
(2)United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Perubahan Iklim).
(3)Jenis GHGs yang dikontrol oleh Kyoto Protocol : CO2, CH4, N2O.HFCs, PFCs, SF6.
(4)Manfaat bagi negara maju : memenuhi sebagian komitmennya untuk menurunkan GHGs dengan biaya jauh lebih murah bila dilakukan di negara sendiri. Negara berkembang (pada periode komitmen I : 2008-2012) belum diwajibkan menurunkan emisi GHGs.
(5)Melalui carbon sequestration project.
(6)CDM adalah mekanisme yang diatur dalam Kyoto Protocol (protocol to the UNFCCC).
(7)Untuk non-Annex I tidak ditentukan periodisitasnya dan untuk penyusunannya berhak memperoleh bantuan dari Annex I (Indonesia baru melaporkan kali, 1999).
(8)Additional bila emisi GHGs setelah ada proyek CDM lebih kecil dari sebelum ada proyek CDM.
(9)Additional bila investasi di lokasi proyek tidak terjadi tanpa proyek CDM.
(10)Additional bila sumber dana bukan ODA.
(11)Additional bila proyek CDA membawa teknologi baru/peningkatan teknologi yang ada.
(12)Additional bila proyek CDM dilakukan pada daerah/negara dimana penegakan hukum/peraturan tentang lingkungan tidak efektif.
(13)Baru akan diputuskan paling cepat pada COP-6, sedangkan CDM sudah dapat dimulai tahun 2000.
(14)Masih dalam perdebatan dapat/tidaknya negara berkembang menggunakan mekanisme tersebut.
(15)Karena step-step CDM (mulai dari design proyek sampai dengan sertifikasi) memerlukan keterlibatan berbagai institusi

Karbon dioksida adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen terikat kovalen dengan atom karbon. Berbentuk gas pada temperatur dan tekanan standar dan berada di atmosfer. Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi ± 387 pp.Tetapi jumlah bervariasi tergantung lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena mampu menyerap gelombang inframerah.

Karbon dioksida diproduksi oleh hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan mikroorganisme dalam respirasi dan dipergunakan tanaman pada fotosintesis. Sehingga karbon dioksida termasuk komponen yang penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida anorganik dikeluarkan dari gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air panas.

Karbon dioksida tidak berbentuk cair pada tekanan di bawah 5,1 atm tetapi berbentuk padat pada temperatur di bawah -78 °C. Dalam bentuk padat, karbon dioksida disebut es kering.CO2 adalah oksida asam. Larutan CO2 mengubah warna litmus dari biru menjadi merah muda.

Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer Bumi adalah gas karbon dioksida(CO2). Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh gas yang ada di atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basis molar, meskipun sedang mengalami kenaikan), namun ia memiliki peran yang penting dalam menyokong kehidupan. Gas-gas lain yang mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan kloroflorokarbon atau CFC (CFC ini merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam dekade terakhir ini, dan berperan dalam pemanasan global.

Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:

  1. Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.
  2. Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior laut (lihat bagian solubility pump).
  3. Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah (lihat bagian biological pump).
  4. Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).

Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:

  1. Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
  2. Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen.
  3. Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.
  4. Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang akan menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.
  5. Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas kembali ke atmosfer.
  6. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia ini yang saling berkebalikan ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang kurang dari 100.000 tahun.

Pencemaran Udara Oleh Kadar Karbondioksida yang Berlebih

Karbondioksida, suatu gas yang penting, tetapi keberadaannya yang tidak seimbang akan membuat fenomena alam yang mampu merusak bumi. Mulai dari tenggelamnya beberapa pulau di dunia sampai musnahnya beberapa jenis spesies di bumi. Oleh karena itu kadar konsentrasi karbondioksida yang sesuai harus dipertahankan.Dan komposisi karbondioksida dalam udara bersih seharusnya adalah 314 ppm.

Karbondioksida yang berlebihan efeknya :

  • Melubangi lapisan Ozon
  • Efek rumah kaca, cahaya & panas matahari yang masuk kebumi tidak dapat di lepas ke luar angkasa secara kosmis.
  • Meningkatkan suhu bumi secara global beberapa derajat
  • Mencairkan es kutub sehingga meningkatkan permukaan air laut

Saat ini, pemanasan global telah menjadi isu global yang semakin penting di dunia dan diketahui telah menyebabkan beberapa dampak negatif bagi kehidupan manusia. Salah satu indikator yang digunakan dalam menganalisis isu pemanasan global adalah bertambahnya gas rumah kaca, terutama gas CO2, secara cepat akibat kegiatan manusia. Sejauh ini, berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk mengurangi dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali (reboisasi), penghematan energi, penggunaan energi baru dan terbarukan, dan pemanfaatan berbagai teknologi carbon capture and storage (CCS).

Reboisasi
Salah satu cara untuk mereduksi keberadaan kadar karbondioksida yang berlebih adalah dengan penghijauan.Beberapa tanaman akan sangat baik dalam penyerapan CO2. Widyastama (1991) dalam Dahlan (1992) menyatakan bahwa tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 adalah damar (Agathis alba), daun kupu – kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auricoliformis) dan beringin (Ficus javanica). Menurut Sugiarti (1998), Flamboyan (Delonix regia) dan kembang merak (Caesalpinia pulcherrima) merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap gas karbondioksida dan sekaligus relatif kurang terganggu oleh pencemaran udara. (Sumber Rosa 2005).

Setiawati (2000) dalam Abrarsyah (2002) menyebutkan bahwa tanaman yang tergolong tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah kembang merak, trembesi, angsana, asam londo, flamboyan, kupu – kupu, saputangan, kaliandra, sengon, nyamplung, kenanga, mahoni, eboni, krey payung, kesumba, glodokan, akasia aurikuliformis dan salam. Adapun tanaman yang tergolong sangat tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah akasia mangium, sawo kecik, kayu manis, kayu putih, beringin dan kenari diacu dalam (Abrarsyah 2002)

Startegi Menurunkan Emisi Karbon

15 strategi untuk menurunkan emisi karbon. Setiap strategi, jika dilakukan dalam waktu 50 tahun, akan dapat mengurangi emisi karbon sebesar 1 milyar ton karbon per tahun. Stategi tersebut antara lain:

  1. Meningkatkan efisiensi bahan bakar bagi 2 milyar mobil menjadi dua kali lipat ( dari 30 mil per galon menjadi 60 mil per galon).
    Indonesia harus siap dengan kendaraan yang berbahan bakar alternatif, seperti gas, air, dan udara.
  2. Mengurangi setengahnya jarak rata-rata per tahun yang ditempuh setiap mobil (dari 10.000 mil ke 5.000 mil). Bisa juga melalui pengembangan transportasi massal.
    Faktanya transportasi masal di Indonesia masih banyak menggunakan bahan-bakar dengan tingkat polutan yang sangat tinggi.
  3. Meningkatkan efisiensi bangunan (heating, cooling, lighting and aplikasi elektronik lainnya) sebesar 25%.
  4. Meningkatkan efisiensi pembangkit listrik tenaga batubara dari 40% ke 60%
    Masih jarang nih di Indonesia yang memakai Batubara.Tetapi batubara walaupun polutannya rendah tapi pelepasan karbonnya cukup banyak.
  5. Menangkap dan menyimpan karbon di bawah tanah dari 800 pembangkit atau pabrik skala besar berbahan bakar batu bara atau 1.600 pembangkit atau pabrik skala besar berbahan bakar gas.
  6. Memproduksi bahan bakar hidrogen dari turunan batu bara/bahan bakar fosil bagi satu milyar mobil.
  7. Memproduksi bahan bakar sintetik dari turunan batu bara sebesar 30 juta barrel per hari.
  8. Menggantikan 1.400 pembangkit listrik tenaga batubara skala besar (1 milyar watt) dengan pembangkit listrik tenaga gas.
  9. Meningkatkan kapasitas pembangkit tenaga nuklir menjadi tiga kali lipat.
  10. Meningkatkan pembangkit listrik tenaga angin sebesar 25 kali kapasitas yang ada sekarang (atau 2 juta pembangkit tenaga angin kapasitas 1 megawatt).
  11. Meningkatkan listrik tenaga surya sebesar 700 kali kapasitas yang ada sekarang (atau 2000 gigawatt). Ini merupakan energi alternatif yang sangat potensial di Indonesia
  12. Meningkatkan pembangkit hidrogen tenaga angin, untuk membuat bahan bakar hidrogen bagi mobil, sebesar 50 kali kapasitas yang ada sekarang.
  13. Meningkatkan produksi biofuel sebesar 50 kali kapasitas yang ada sekarang.
  14. Menghentikan penggundulan hutan atau deforestasi, dan merehabilitasi atau menghutankan kembali 400 juta hektar lahan di daerah temperata atau 300 juta hektar lahan di daerah tropis.
  15. Memperluas upaya konservasi tanah tanah pada semua lahan pertanian.

Status emisi karbon global pada 2007 adalah 8 milyar ton per tahun.Tanpa ada upaya untuk menguranginya, pada tahun 2057 akan mencapai 16 milyar ton per tahun. Berarti menaikan suhu bumi 5 derajat celcius.Jika kita menjalankan 8 strategi di atas maka suhu bumi naik 3 derajat. Jika menjalankan 12 strategi maka suhu bumi hanya naik 2 derajat, batas aman kenaikan suhu bumi yang tidak ingin dilampaui oleh para ilmuwan.Idealnya tentu menjalankan ke 15 strategi tersebut sehingga kenaikan suhu bumi berada di bawah 2 derajat.

Penanganan Karbondioksida yang Berasal dari Pembakaran Bahan Bakar Fosil

Masalah utama yang menjadi pembicaraan ilmuan seluruh dunia adalah resiko terjadinya pemanasan global. Gas-gas yang terjadi secara alami di atmosfer membantu mangatur suhu bumi dan menangkap radiasi lain atau dikenal sebagai green house effect (efek rumah kaca). Kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, menghasilkan gas rumah kaca yang pada akhirnya berakumulasi di atmosfer. Pembentukan gas tersebut menyebabkan terjadinya efek rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim.

Batu bara adalah salah satu sumber emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan manusia. Gas rumah kaca yang terkait dengan batu bara termasuk metana, karbon dioksida, dan oksida nitro. Gas metana keluar dari tambang batu bara dalam, sedangkan karbon dioksida dan oksida nitro keluar dari batu bara yang digunakan untuk membangkitkan listrik atau proses industri seperti produksi baja dan pabrik semen.
Penggunaan energi batu bara juga tidak luput dari penyebab munculnya polusi seperti oksida belerang dan nitrogen (SOx dan NOx), serta partikel dan unsur lain seperti merkuri. Masalah yang baru adalah emisi karbon dioksida (CO2). Lepasnya CO2 ke atmosfer dari aktivitas manusia atau sering disebut emisi antropogenik memiliki keterkaitan dengan pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil adalah sumber utama dari emisi antropogenik dai seluruh dunia.
Untuk mananggulangi permasalahan yang muncul dari penggunaan batu bara, kemudian muncul clean coal technology (CCT) yang merupakan salah satu teknologi yang mampu meningkatkan kinerja lingkungan batu bara. Teknologi tersebut mengurangi emisi, limbah, dan meningkatkan jumlah energi yang diperoleh dari setiap ton batu bara.
Pemilihan teknologi tergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Teknologi yang mahal dan sangat maju tidak mampu diadopsi oleh negara miskin dan berkembang.
Langkah pengurangan emisi karbon dioksida dari pembakaran batu bara adalah pengembangan dalam efisiensi termal dari pembangkit listrik tenaga uap. Efisiensi termal merupakan tindakan efisiensi konversi keseluruhan untuk membangkitkan tenaga listrik. Semakin tinggi tingkat efisiensinya maka semakin besar pula energi yang dihasilkan.
Penggunaan batu bara di masa akan datang harus mampu negurangi emisi CO2. Banyak metode yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut seperti dengan peningkatan tingkat efisiensi. Salah satu metode yang paling menjanjikan di masa depan adalah Carbon Capture and Storage (CCS-Tangkapan dan Penyimpanan Karbon).
CCS memungkinkan emisi karbon dioksida untuk dibersihkan dari aliran buanga pembakaran batu bara atau pembentukan gas dan dibuang sedemikian sehingga karbon dioksida tidak masuk ke atmosfer. Teknologi yang memungkinkan penangkapan CO2 dari aliran emisi telah digunakan untuk menghasilkan CO2 murni dalam industri makanan dan kimia.
Setelah CO2 ditangkap, penting bahwa CO2 dapat disimpan secara aman dan permanent. Ada beberapa metode penyimpanan.

  1. Karbon dioksida dapat diinjeksikan ke dalam sub permukaan bumi, teknik yang dikenal sebagai peyimpanan secara geologis. Teknologi ini memungkinkan penyimpanan CO2 secara permanen dalam jumlah yang besar dan teknologi ini merupakan opsi penyimpanan yang pernah dikaji secara lengkap. Selama tapak dipilih secara hati-hati, CO2 dapat disimpan untuk waktu yang lama dan dipantau untuk memastikan tidak ada kebocoran.
  2. Minyak tanpa gas dan reservoir gas merupakan pilihan penting untuk penyimpanan secara geologis. Estimasi akhir memperkirakan bahwa lapangan minyak tanpa gas memiliki kapasitas total CO2 sebanyak 126 gigaton. Reservoir gas alam tanpa gas memiliki kapasitas penyimpanan sebanyak 800 gigaton.
  3. Dapat pula disimpan dalam batuan reservoir air garam jenuh dalam sehingga memungkinkan negara-negara untuk menyimpan CO2 selama ratusan tahun. Kapasitas penampungannya diperkirakan berkisar antara 400 – 10.000 gigaton.

Penyimpanan CO2 memiliki manfaat ekonomi dengan meningkatkan produksi minyak dan metan lapisan batu bara. CO2 dapat digunakan sebagai pendorong minyak dari strata bawah tanah. Selain itu penyimpanan CO2 dapat meningkatkan produksi gas metan lapisan batu bara sebagai hasil sampingan yang sangat berharga. Dan sesuai dengan tujuan awal, penangkapan karbon mampu mengurangi CO2 di atmosfer dalam jumlah yang besar.

Teknologi Penyerapan Karbondioksida dengan Kultur Fitoplankton

Selain potensinya yang besar sebagai sumber bahan baku bagi energi baru dan terbarukan, mikroalga (fitoplankton) juga dapat berperan dalam menurunkan emisi gas CO2 di atmosfer. Mikroalga sebagai tumbuhan mikroskopis bersel tunggal yang hidup di lingkungan yang mengandung air, tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi dan nutrient anorganik sederhana seperti CO2, komponen nitrogen terlarut dan fosfat.
Kemampuan fitoplankton untuk berfotosintesis, seperti tumbuhan darat lainnya, dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menyerap CO2. Berdasar reaksi fotosintesis disimpulkan bahwa jumlah CO2 yang dipakai oleh fitoplankton untuk fotosintesis adalah sebanding dengan jumlah materi organik C6H12O6 yang dihasilkan.
Alasan utama pemilihan fitoplankton sebagai biota yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi emisi CO2 adalah karena meskipun jumlah biomasa fitoplankton hanya 0,05% biomassa tumbuhan darat namun jumlah karbon yang dapat digunakan dalam proses fotosintesis sama dengan jumlah C yang difiksasi oleh tumbuhan darat (~50-100 PgC/th) (Bishop & Davis, 2000). Selain itu,sistem alga diketahui mampu menghilangkan CO2 (dan NOx) dari cerobong asap dimana untuk keperluan itu diperlukan teknologi pembudidaya alga berupa fotobioreaktor. Dengan teknologi fotobioreaktor ini, tingkat produktivitas alga dapat ditingkatkan menjadi 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari kondisi normalnya. Gas CO2 yang keluar dari cerobong asap selanjutnya dapat langsung disambungkan ke fotobioreaktor dan dimanfaatkan oleh alga untuk pertumbuhannya melalui mekanisme fotosintesis.

Percobaan fotobioreaktor telah memberikan hasil dan indikasi yang positif akan kemampuan fitoplankton dalam mereduksi kandungan CO2 yang diinjeksikan ke dalam fotobioreaktor. Fitoplankton jenis Chaetoceros gracilis ini terbukti mampu beradaptasi dengan pH yang lebih rendah dari kondisi inokulasinya. Namun demikian karena percobaan ini masih dalam tahap awal, maka percobaan-percobaan selanjutnya serta penyempurnaan-penyempurnaan masih perlu dilakukan agar dapat dihasilkan data yang lebih baik sehingga tujuan dari studi ini dapat dicapai.

Padang rumput sumber biofuel unggulan masa depan.

Kebanyakan orang sudah semakin menyadari bahwa energi alternatif pengganti bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor di masa depan harus segera ditemukan dalam waktu dekat.Para peneliti dari Universitas Minnesota berpendapat bahwa campuran dari rerumputan padang rumput adalah sumber biofuels yang paling baik. Mereka meyakini pendapat bahwa bahan bakar yang terbuat dari biomass padang rumput adalah bahan bakar yang ‘karbon negatif’, maksudnya bahwa dengan menggunakan biomass padang rumput akan mengurangi kadar karbondioksida di atmosfer. Lain halnya dengan menggunakan ethanol jagung atau biodiesel kedelai yang merupakan ‘karbon positif’, yaitu penggunaannya akan menambah kadar karbondioksida pada atmosfer. Para peneliti tersebut bahkan berpendapat bahwa dengan memproduksi bahan bakar yang terbuat dari rerumputan di tanah/ladang yang sudah tidak layak tanam untuk pertanian, akan mengurangi emisi karbondioksida global sampai 15%. Walaupun pendapat ini tentu saja masih mendapatkan sanggahan dari ahli lainnya.
David Tilman, seorang profesor ekologi dari Universitas Minnesota dan direktur dari Cedar Creek Natural History Area, merupakan ketua dari proyek riset ini. “Biofuels yang dibuat dari campuran keanekaragaman tanaman padang rumput bisa mengurangi pemanasan global dengan menyingkirkan karbon dioksida dari atmosfer.” Juga kalau ditanam di atas tanah tidak subur, mereka bisa menyediakan sebagian besar keperluan energi global, dan membiarkan tanah yang subur untuk produksi makanan, ujar Tilman.
Berdasarkan pada 10 tahun penelitian di Cedar Creek Natural History Area, studi yang dilakukan menunjukkan bahwa tanah pertanian yang ditanami dengan campuran tanaman padang rumput yang sangat bermacam-macam dan tanaman berbunga lain menghasilkan 238 persen lebih banyak bioenergi rata-rata, daripada lahan sama yang ditanami dengan berbagai tanaman padang rumput satu spesies, termasuk monocultures switchgrass.
Sebab dasar mengapa keaneka-ragaman hayati menyebabkan efisiensi yang lebih baik daripada monocultures sangat mudah untuk dimengerti: beberapa tanaman tumbuh selama musin semi sedangkan yang lain bertambah besar pada musim lain, oleh sebab itu mereka ‘melengkapi’ satu sama lain.

Apabila semua orang memperhitungkan pertumbuhan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan selama pertumbuhan, proses memanen, mengangkut dan mengubah tanaman ke dalam bahan bakar — serta karbon dioksida yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar— dan membandingkannya dengan jumlah karbondioksida yang dihirup oleh tanaman-tanaman tersebut selama proses pertumbuhan, padang rumput memiliki efisiensi 6-16 kali lebih baik daripada biji-bijian jagung ethanol atau biodiesel.
Ini adalah perkembangan sangat besar, dan lebih baik lagi karena rerumputan bisa berkembang dan tumbuh di daerah/ladang yang sudah tidak layak lagi untuk digunakan sebagai lahan pertanian.
Kesimpulannya, dengan menanam beraneka ragam tanaman (rerumputan) diatas 500.000.000 hektare lahan yang sudah tidak layak pakai untuk pertanian, di seluruh dunia, akan bisa menggantikan sekitar 13% dari konsumsi minyak global, dan mengurangi sekitar 15% dari emisi karbon dioksida, taksiran Tilman dan koleganya. (House of Wavega)