Category: About Environment


Limbah bahan berbahaya dan beracun, disingkat limbah B3, adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang karena sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan hidup, dan/atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain. Adapun karakteristik Limbah B3 sesuai PP No. 18 Tahun 1999 meliputi :

  • Limbah mudah meledak

adalah limbah yang pada suhu dan tekanan standar (25 C, 760 mmHg) dapat meledak atau melalui reaksi kimia dan/atau fisika dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitarnya.

  •  Limbah mudah terbakar

adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut :

  • Limbah yang berupa cairan yang mengandung alcohol kurang dari 24% volume dan/atau pada titik nyala tidak lebih dari 60 C (140 F) akan menyala apabila terjadi kontak dengan api, percikan api atau sumber nyala lain pada tekanan udara 760 mmHg.
  • Limbah yang bukan berupa cairan, yang pada temperature dan tekanan standar (25⁰ C, 760 mmHg) dapat mudah menyebabkan kebakaran melalui gesekan, penyerapan uap air atau perubahan kimia secara spontan dan apabila terbakar dapat menyebabkan kebakaran yang terus menerus.
  • Merupakan limbah yang bertekanan yang mudah terbakar.
  • Merupakan limbah pengoksidas
  • Limbah yang bersifat reaktif

adalah limbah-limbah yang mempunyai salah satu sifat-sifat sebagai berikut :

  • Limbah yang pada keadaan normal tidak stabil dan dapat menyebabkan perubahan tanpa peledakan.
  • Limbah yang dapat bereaksi hebat dengan air
  • Limbah yang apabila bercampur dengan air berpotensi menimbulkan ledakan, menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
  • Merupakan limbah Sianida, Sulfida atau Amoniak yang pada kondisi pH antara 2 dan 12,5 dapat menghasilkan gas, uap atau asap beracun dalam jumlah yang membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan.
  • Limbah yang dapat mudah meledak atau bereaksi pada suhu dan tekanan standar (25⁰ C, 760 mmHg).
  • Limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepas atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi.
  • Limbah beracun

adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut.

Penentuan sifat racun untuk identifikasi limbah ini dapat menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) pencemar organik dan anorganik dalam limbah sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II Peraturan Pemerintah nomor 18 Tahun 1999. Apabila limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat dalam Lampiran II, dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari nilai dalam Lampiran II tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai ambang batas zat pencemar tidak terdapat pada Lampiran II tersebut maka dilakukan uji toksikologi.

  •  Limbah yang menyebabkan infeksi.

Bagian tubuh manusia yang diamputasi dan cairan dari tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. Limbah ini berbahaya karena mengandung kuman penyakit seperti hepatitis dan kolera yang ditularkan pada pekerja, pembersih jalan, dan masyarakat di sekitar lokasi pembuangan limbah.

  • Limbah bersifat korosif

adalah limbah yang mempunyai salah satu sifat sifat sebagai berikut :

  • Menyebabkan iritasi (terbakar) pada kulit.
  • Menyebabkan proses pengkaratan pada lempeng baja (SAE 1020) dengan laju korosi lebih besar dari 6,35 mm/tahun dengan temperatur pengujian 55⁰
  • Mempunyai pH sama atau kurang dari 2 untuk limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 untuk yang bersifat basa.

Konsep 5 R

Dalam istilah lingkungan Konsep 5 R berasal dari 5 kata dalam bahasa Inggris yaitu Reduce (Mengurangi), Reuse (Menggunakan kembali), Recycle(Mendaur Ulang), Replace (Menggunakan kembali) dan Replant (Menanam Kembali).

Istilah – istilah ini sering disebutkan dalam upaya melestarikan lingkungan hidup. Untuk dapat diterapkan, berikut ini dijelaskan tentang konsep 5 R.

1. Recycle

Recycle atau mendaur ulang adalah kegiatan mengolah kembali atau mendaur ulang. Pada perinsipnya, kegitan ini memanfaatkan barang bekas dengan cara mengolah materinya untuk dapat digunakan lebih lanjut. Contohnya adalah memanfaatkan dan mengolah sampah organik untuk dijadikan pupuk kompos.

2. Reuse

Reuse atau penggunaan kembali adalah kegiatan menggunakan kembali material atau bahan yang masih layak pakai. Sebagai contoh, kantong plastik atau kantong kertas yang umumnya didapat dari hasil kita berbelanja, sebaiknya tidak dibuang tetapi dikumpulkan untuk digunakan kembali saat dibutuhkan. Contoh lain ialah menggunakan baterai isi ulang.

3. Reduce

Reduce atau Pengurangan adalah kegiatan mengurangi pemakaian atau pola perilaku yang dapat menguarangi produksi sampah serta tidak melakukan pola konsumsi yang berlebihan. Contoh menggunakan alat-alat makan atau dapur yang tahan lama dan berkualitas sehingga memperpanjang masa pakai produk atau mengisi ulang atau refill produk yang dipakai seperti aqua galon, tinta printer serta bahan rumah tangga seperti deterjen, sabun, minyak goreng dan lainnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi potensi bertumpuknya sampah wadah produk di rumah Anda.

4. Replace

Replace atau Penggantian adalah kegiatan untuk mengganti pemakaian suatu barang atau memakai barang alernatif yang sifatnya lebih ramah lingkungan dan dapat digunakan kembali. Upaya ini dinilai dapat mengubah kebiasaan seseorang yang mempercepat produksi sampah. Contohnya mengubah menggunakan kontong plastik atau kertas belanjaan dengan membawa tas belanja sendiri yang terbuat dari kain.

5. Replant

Replant atau penamanan kembali adalah kegiatan melakukan penanaman kembali. Contohna melakukan kegiatan kreatif seperti membuat pupuk kompos dan berkebun di pekarangan rumah. Dengan menanam beberapa pohon, lingkungan akanmenjadi indah dan asri, membantu pengauran suhu pada tingkat lingkungan mikro (atau sekitar rumah anda sendiri), dan mengurnagi kontribusi atas pemanasan global.

Dengan menerapkan konsep 5 R yang telah dibahas, kita dapat ikut serta dalam melestarikan dan memlihara lingkungan agar tidak rusak atau tercemar. Konsep ini sangat baik diterapkan mulai dari lingkungan rumah tangga maupun di lingkup perusahaan

PROPER

Program penilaian peringkat kinerja perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan (PROPER) merupakan instrumen kebijakan alternatif untuk meningkatkan tingkat penaatan perusahaan dan mengurangi tingkat pencemaran perusahaan melalui mekanisme penyebaran tingkat kinerja penaatan perusahaan secara nasional. Perusahaan Peserta PROPER Nasional yang diverifikasi oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut :

  • Berdampak penting terhadap lingkungan;
  • Berdampak besar terhadap lingkungan; (skala besar dalam kapasitas produksi dan jumlah limbah)
  • Berpotensi merusak dan mencemari lingkungan;
  • Perusahaan publik yang terdaftar: (Pasar modal dalam negeri & Pasar modal luar negeri);
  • Berorientasi ekspor.

Dalam penilaian PROPER terdapat 5 peringkat warna yang menunjukkan kinerja pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan, kriteria penilaian dalam PROPER yang harus dipenuhi, meliputi :

 Untuk memperoleh PROPER Peringkat Hijau, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu :

Kriteria  Penilaian Pengelolaan Pelaporan
Sistem Manajemen Lingkungan
  • Implementasi SML: komitmen, struktur, dokumentasi, program, monitoring, review
  • Sertifikasi SML
Tiap tahun
CD/CSR
  • Kebijakan organisasi
  • Memiliki organisasi yang bertanggung jawab dalam kegiatan pengembangan masyarakat dan partisipasi masyarakat
  • Rencana kerja selama 5 tahun
  • Mengkompensasi kerusakan lingkungan akibat operasi perusahaan
  • Mengikutseertakan dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan di sekitar lokasi kegiatan perusahaan
  • Hasilnya tepat sasaran
Tiap tahun
Pengelolaan Air
  • Audit penggunaan air
  • Neraca penggunaan air
  • Implementasi 3R
  • Efisiensi penggunaan air
Tiap tahun
Udara/Energi
  • Program konservasi energi dan pengurangan emisi min 2 %
  • Audit penggunaan energi dan pengurangan emisi
  • Pengurangan penggunaan bahan perusak ozon
  • Pengurangan GRK minimal 2%
Tiap tahun
Limbah B3
  • Upaya 3R minimal 20% dari total limbah B3 dihasilkan
Tiap tahun
Limbah Padat Non B3
  • Upaya 3R minimal 20% dari total limbah padat dihasilkan
Tiap tahun

Pencapaian Peringkat PROPER terutama berpengaruh pada:

  • Pencitraan perusahaan ke Stakeholder, terutama bank, investor dan NGO
  • Pengaruh terhadap proses dan resiko kredit perbankan (PBI No. 7/2/PBI/2005): Penilaian prospek usaha, Insentif dan disinsentif pinjaman perusahaan (discount rate bunga kredit)

 Manfaat PROPER

Pemerintah

Perusahaan

Investor & LSM

Instrumen penaatan yang cost effective Alat benchmarking non financial Clearing house untuk kinerja perusahaan
Media untuk mengukur keberhasilan program Pendorong untuk Produksi bersih “citra perusahaan” Ruang untuk pelibatan masyarakat dalam pengelolaan LH
Pendorong untuk penerapan basis data yang modern Media untuk mengukur kinerja penaatan perusahaan
Instrumen untuk mendorong ke arah lebih dari penaatan Instrument untuk mendorong ke arah eco efficiency

Karbon dioksida adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen terikat kovalen dengan atom karbon. Berbentuk gas pada temperatur dan tekanan standar dan berada di atmosfer. Konsentrasi karbon dioksida di atmosfer bumi ± 387 pp.Tetapi jumlah bervariasi tergantung lokasi dan waktu. Karbon dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena mampu menyerap gelombang inframerah.

Karbon dioksida diproduksi oleh hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi, dan mikroorganisme dalam respirasi dan dipergunakan tanaman pada fotosintesis. Sehingga karbon dioksida termasuk komponen yang penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida anorganik dikeluarkan dari gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti pada mata air panas.

Karbon dioksida tidak berbentuk cair pada tekanan di bawah 5,1 atm tetapi berbentuk padat pada temperatur di bawah -78 °C. Dalam bentuk padat, karbon dioksida disebut es kering.CO2 adalah oksida asam. Larutan CO2 mengubah warna litmus dari biru menjadi merah muda.

Bagian terbesar dari karbon yang berada di atmosfer Bumi adalah gas karbon dioksida(CO2). Meskipun jumlah gas ini merupakan bagian yang sangat kecil dari seluruh gas yang ada di atmosfer (hanya sekitar 0,04% dalam basis molar, meskipun sedang mengalami kenaikan), namun ia memiliki peran yang penting dalam menyokong kehidupan. Gas-gas lain yang mengandung karbon di atmosfer adalah metan dan kloroflorokarbon atau CFC (CFC ini merupakan gas artifisial atau buatan). Gas-gas tersebut adalah gas rumah kaca yang konsentrasinya di atmosfer telah bertambah dalam dekade terakhir ini, dan berperan dalam pemanasan global.

Karbon diambil dari atmosfer dengan berbagai cara:

  1. Ketika matahari bersinar, tumbuhan melakukan fotosintesa untuk mengubah karbon dioksida menjadi karbohidrat, dan melepaskan oksigen ke atmosfer. Proses ini akan lebih banyak menyerap karbon pada hutan dengan tumbuhan yang baru saja tumbuh atau hutan yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat.
  2. Pada permukaan laut ke arah kutub, air laut menjadi lebih dingin dan CO2 akan lebih mudah larut. Selanjutnya CO2 yang larut tersebut akan terbawa oleh sirkulasi termohalin yang membawa massa air di permukaan yang lebih berat ke kedalaman laut atau interior laut (lihat bagian solubility pump).
  3. Di laut bagian atas (upper ocean), pada daerah dengan produktivitas yang tinggi, organisme membentuk jaringan yang mengandung karbon, beberapa organisme juga membentuk cangkang karbonat dan bagian-bagian tubuh lainnya yang keras. Proses ini akan menyebabkan aliran karbon ke bawah (lihat bagian biological pump).
  4. Pelapukan batuan silikat. Tidak seperti dua proses sebelumnya, proses ini tidak memindahkan karbon ke dalam reservoir yang siap untuk kembali ke atmosfer. Pelapukan batuan karbonat tidak memiliki efek netto terhadap CO2 atmosferik karena ion bikarbonat yang terbentuk terbawa ke laut dimana selanjutnya dipakai untuk membuat karbonat laut dengan reaksi yang sebaliknya (reverse reaction).

Karbon dapat kembali ke atmosfer dengan berbagai cara pula, yaitu:

  1. Melalui pernafasan (respirasi) oleh tumbuhan dan binatang. Hal ini merupakan reaksi eksotermik dan termasuk juga di dalamnya penguraian glukosa (atau molekul organik lainnya) menjadi karbon dioksida dan air.
  2. Melalui pembusukan binatang dan tumbuhan. Fungi atau jamur dan bakteri mengurai senyawa karbon pada binatang dan tumbuhan yang mati dan mengubah karbon menjadi karbon dioksida jika tersedia oksigen, atau menjadi metana jika tidak tersedia oksigen.
  3. Melalui pembakaran material organik yang mengoksidasi karbon yang terkandung menghasilkan karbon dioksida (juga yang lainnya seperti asap). Pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, produk dari industri perminyakan (petroleum), dan gas alam akan melepaskan karbon yang sudah tersimpan selama jutaan tahun di dalam geosfer. Hal inilah yang merupakan penyebab utama naiknya jumlah karbon dioksida di atmosfer.
  4. Produksi semen. Salah satu komponennya, yaitu kapur atau gamping atau kalsium oksida, dihasilkan dengan cara memanaskan batu kapur atau batu gamping yang akan menghasilkan juga karbon dioksida dalam jumlah yang banyak.
  5. Di permukaan laut dimana air menjadi lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas kembali ke atmosfer.
  6. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah karbon dioksida yang hilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat; Kedua proses kimia ini yang saling berkebalikan ini akan memberikan hasil penjumlahan yang sama dengan nol dan tidak berpengaruh terhadap jumlah karbon dioksida di atmosfer dalam skala waktu yang kurang dari 100.000 tahun.

Pencemaran Udara Oleh Kadar Karbondioksida yang Berlebih

Karbondioksida, suatu gas yang penting, tetapi keberadaannya yang tidak seimbang akan membuat fenomena alam yang mampu merusak bumi. Mulai dari tenggelamnya beberapa pulau di dunia sampai musnahnya beberapa jenis spesies di bumi. Oleh karena itu kadar konsentrasi karbondioksida yang sesuai harus dipertahankan.Dan komposisi karbondioksida dalam udara bersih seharusnya adalah 314 ppm.

Karbondioksida yang berlebihan efeknya :

  • Melubangi lapisan Ozon
  • Efek rumah kaca, cahaya & panas matahari yang masuk kebumi tidak dapat di lepas ke luar angkasa secara kosmis.
  • Meningkatkan suhu bumi secara global beberapa derajat
  • Mencairkan es kutub sehingga meningkatkan permukaan air laut

Saat ini, pemanasan global telah menjadi isu global yang semakin penting di dunia dan diketahui telah menyebabkan beberapa dampak negatif bagi kehidupan manusia. Salah satu indikator yang digunakan dalam menganalisis isu pemanasan global adalah bertambahnya gas rumah kaca, terutama gas CO2, secara cepat akibat kegiatan manusia. Sejauh ini, berbagai upaya telah mulai dilakukan oleh manusia untuk mengurangi dampak pemanasan global, seperti program penanaman kembali (reboisasi), penghematan energi, penggunaan energi baru dan terbarukan, dan pemanfaatan berbagai teknologi carbon capture and storage (CCS).

Reboisasi
Salah satu cara untuk mereduksi keberadaan kadar karbondioksida yang berlebih adalah dengan penghijauan.Beberapa tanaman akan sangat baik dalam penyerapan CO2. Widyastama (1991) dalam Dahlan (1992) menyatakan bahwa tanaman yang baik sebagai penyerap gas CO2 adalah damar (Agathis alba), daun kupu – kupu (Bauhinia purpurea), lamtoro gung (Leucaena leucocephala), akasia (Acacia auricoliformis) dan beringin (Ficus javanica). Menurut Sugiarti (1998), Flamboyan (Delonix regia) dan kembang merak (Caesalpinia pulcherrima) merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap gas karbondioksida dan sekaligus relatif kurang terganggu oleh pencemaran udara. (Sumber Rosa 2005).

Setiawati (2000) dalam Abrarsyah (2002) menyebutkan bahwa tanaman yang tergolong tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah kembang merak, trembesi, angsana, asam londo, flamboyan, kupu – kupu, saputangan, kaliandra, sengon, nyamplung, kenanga, mahoni, eboni, krey payung, kesumba, glodokan, akasia aurikuliformis dan salam. Adapun tanaman yang tergolong sangat tahan terhadap pencemaran kendaraan bermotor adalah akasia mangium, sawo kecik, kayu manis, kayu putih, beringin dan kenari diacu dalam (Abrarsyah 2002)

Startegi Menurunkan Emisi Karbon

15 strategi untuk menurunkan emisi karbon. Setiap strategi, jika dilakukan dalam waktu 50 tahun, akan dapat mengurangi emisi karbon sebesar 1 milyar ton karbon per tahun. Stategi tersebut antara lain:

  1. Meningkatkan efisiensi bahan bakar bagi 2 milyar mobil menjadi dua kali lipat ( dari 30 mil per galon menjadi 60 mil per galon).
    Indonesia harus siap dengan kendaraan yang berbahan bakar alternatif, seperti gas, air, dan udara.
  2. Mengurangi setengahnya jarak rata-rata per tahun yang ditempuh setiap mobil (dari 10.000 mil ke 5.000 mil). Bisa juga melalui pengembangan transportasi massal.
    Faktanya transportasi masal di Indonesia masih banyak menggunakan bahan-bakar dengan tingkat polutan yang sangat tinggi.
  3. Meningkatkan efisiensi bangunan (heating, cooling, lighting and aplikasi elektronik lainnya) sebesar 25%.
  4. Meningkatkan efisiensi pembangkit listrik tenaga batubara dari 40% ke 60%
    Masih jarang nih di Indonesia yang memakai Batubara.Tetapi batubara walaupun polutannya rendah tapi pelepasan karbonnya cukup banyak.
  5. Menangkap dan menyimpan karbon di bawah tanah dari 800 pembangkit atau pabrik skala besar berbahan bakar batu bara atau 1.600 pembangkit atau pabrik skala besar berbahan bakar gas.
  6. Memproduksi bahan bakar hidrogen dari turunan batu bara/bahan bakar fosil bagi satu milyar mobil.
  7. Memproduksi bahan bakar sintetik dari turunan batu bara sebesar 30 juta barrel per hari.
  8. Menggantikan 1.400 pembangkit listrik tenaga batubara skala besar (1 milyar watt) dengan pembangkit listrik tenaga gas.
  9. Meningkatkan kapasitas pembangkit tenaga nuklir menjadi tiga kali lipat.
  10. Meningkatkan pembangkit listrik tenaga angin sebesar 25 kali kapasitas yang ada sekarang (atau 2 juta pembangkit tenaga angin kapasitas 1 megawatt).
  11. Meningkatkan listrik tenaga surya sebesar 700 kali kapasitas yang ada sekarang (atau 2000 gigawatt). Ini merupakan energi alternatif yang sangat potensial di Indonesia
  12. Meningkatkan pembangkit hidrogen tenaga angin, untuk membuat bahan bakar hidrogen bagi mobil, sebesar 50 kali kapasitas yang ada sekarang.
  13. Meningkatkan produksi biofuel sebesar 50 kali kapasitas yang ada sekarang.
  14. Menghentikan penggundulan hutan atau deforestasi, dan merehabilitasi atau menghutankan kembali 400 juta hektar lahan di daerah temperata atau 300 juta hektar lahan di daerah tropis.
  15. Memperluas upaya konservasi tanah tanah pada semua lahan pertanian.

Status emisi karbon global pada 2007 adalah 8 milyar ton per tahun.Tanpa ada upaya untuk menguranginya, pada tahun 2057 akan mencapai 16 milyar ton per tahun. Berarti menaikan suhu bumi 5 derajat celcius.Jika kita menjalankan 8 strategi di atas maka suhu bumi naik 3 derajat. Jika menjalankan 12 strategi maka suhu bumi hanya naik 2 derajat, batas aman kenaikan suhu bumi yang tidak ingin dilampaui oleh para ilmuwan.Idealnya tentu menjalankan ke 15 strategi tersebut sehingga kenaikan suhu bumi berada di bawah 2 derajat.

Penanganan Karbondioksida yang Berasal dari Pembakaran Bahan Bakar Fosil

Masalah utama yang menjadi pembicaraan ilmuan seluruh dunia adalah resiko terjadinya pemanasan global. Gas-gas yang terjadi secara alami di atmosfer membantu mangatur suhu bumi dan menangkap radiasi lain atau dikenal sebagai green house effect (efek rumah kaca). Kegiatan manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil, menghasilkan gas rumah kaca yang pada akhirnya berakumulasi di atmosfer. Pembentukan gas tersebut menyebabkan terjadinya efek rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim.

Batu bara adalah salah satu sumber emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan manusia. Gas rumah kaca yang terkait dengan batu bara termasuk metana, karbon dioksida, dan oksida nitro. Gas metana keluar dari tambang batu bara dalam, sedangkan karbon dioksida dan oksida nitro keluar dari batu bara yang digunakan untuk membangkitkan listrik atau proses industri seperti produksi baja dan pabrik semen.
Penggunaan energi batu bara juga tidak luput dari penyebab munculnya polusi seperti oksida belerang dan nitrogen (SOx dan NOx), serta partikel dan unsur lain seperti merkuri. Masalah yang baru adalah emisi karbon dioksida (CO2). Lepasnya CO2 ke atmosfer dari aktivitas manusia atau sering disebut emisi antropogenik memiliki keterkaitan dengan pemanasan global. Pembakaran bahan bakar fosil adalah sumber utama dari emisi antropogenik dai seluruh dunia.
Untuk mananggulangi permasalahan yang muncul dari penggunaan batu bara, kemudian muncul clean coal technology (CCT) yang merupakan salah satu teknologi yang mampu meningkatkan kinerja lingkungan batu bara. Teknologi tersebut mengurangi emisi, limbah, dan meningkatkan jumlah energi yang diperoleh dari setiap ton batu bara.
Pemilihan teknologi tergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Teknologi yang mahal dan sangat maju tidak mampu diadopsi oleh negara miskin dan berkembang.
Langkah pengurangan emisi karbon dioksida dari pembakaran batu bara adalah pengembangan dalam efisiensi termal dari pembangkit listrik tenaga uap. Efisiensi termal merupakan tindakan efisiensi konversi keseluruhan untuk membangkitkan tenaga listrik. Semakin tinggi tingkat efisiensinya maka semakin besar pula energi yang dihasilkan.
Penggunaan batu bara di masa akan datang harus mampu negurangi emisi CO2. Banyak metode yang dilakukan untuk mencapai hal tersebut seperti dengan peningkatan tingkat efisiensi. Salah satu metode yang paling menjanjikan di masa depan adalah Carbon Capture and Storage (CCS-Tangkapan dan Penyimpanan Karbon).
CCS memungkinkan emisi karbon dioksida untuk dibersihkan dari aliran buanga pembakaran batu bara atau pembentukan gas dan dibuang sedemikian sehingga karbon dioksida tidak masuk ke atmosfer. Teknologi yang memungkinkan penangkapan CO2 dari aliran emisi telah digunakan untuk menghasilkan CO2 murni dalam industri makanan dan kimia.
Setelah CO2 ditangkap, penting bahwa CO2 dapat disimpan secara aman dan permanent. Ada beberapa metode penyimpanan.

  1. Karbon dioksida dapat diinjeksikan ke dalam sub permukaan bumi, teknik yang dikenal sebagai peyimpanan secara geologis. Teknologi ini memungkinkan penyimpanan CO2 secara permanen dalam jumlah yang besar dan teknologi ini merupakan opsi penyimpanan yang pernah dikaji secara lengkap. Selama tapak dipilih secara hati-hati, CO2 dapat disimpan untuk waktu yang lama dan dipantau untuk memastikan tidak ada kebocoran.
  2. Minyak tanpa gas dan reservoir gas merupakan pilihan penting untuk penyimpanan secara geologis. Estimasi akhir memperkirakan bahwa lapangan minyak tanpa gas memiliki kapasitas total CO2 sebanyak 126 gigaton. Reservoir gas alam tanpa gas memiliki kapasitas penyimpanan sebanyak 800 gigaton.
  3. Dapat pula disimpan dalam batuan reservoir air garam jenuh dalam sehingga memungkinkan negara-negara untuk menyimpan CO2 selama ratusan tahun. Kapasitas penampungannya diperkirakan berkisar antara 400 – 10.000 gigaton.

Penyimpanan CO2 memiliki manfaat ekonomi dengan meningkatkan produksi minyak dan metan lapisan batu bara. CO2 dapat digunakan sebagai pendorong minyak dari strata bawah tanah. Selain itu penyimpanan CO2 dapat meningkatkan produksi gas metan lapisan batu bara sebagai hasil sampingan yang sangat berharga. Dan sesuai dengan tujuan awal, penangkapan karbon mampu mengurangi CO2 di atmosfer dalam jumlah yang besar.

Teknologi Penyerapan Karbondioksida dengan Kultur Fitoplankton

Selain potensinya yang besar sebagai sumber bahan baku bagi energi baru dan terbarukan, mikroalga (fitoplankton) juga dapat berperan dalam menurunkan emisi gas CO2 di atmosfer. Mikroalga sebagai tumbuhan mikroskopis bersel tunggal yang hidup di lingkungan yang mengandung air, tumbuh dan berkembang dengan memanfaatkan sinar matahari sebagai sumber energi dan nutrient anorganik sederhana seperti CO2, komponen nitrogen terlarut dan fosfat.
Kemampuan fitoplankton untuk berfotosintesis, seperti tumbuhan darat lainnya, dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk menyerap CO2. Berdasar reaksi fotosintesis disimpulkan bahwa jumlah CO2 yang dipakai oleh fitoplankton untuk fotosintesis adalah sebanding dengan jumlah materi organik C6H12O6 yang dihasilkan.
Alasan utama pemilihan fitoplankton sebagai biota yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mengurangi emisi CO2 adalah karena meskipun jumlah biomasa fitoplankton hanya 0,05% biomassa tumbuhan darat namun jumlah karbon yang dapat digunakan dalam proses fotosintesis sama dengan jumlah C yang difiksasi oleh tumbuhan darat (~50-100 PgC/th) (Bishop & Davis, 2000). Selain itu,sistem alga diketahui mampu menghilangkan CO2 (dan NOx) dari cerobong asap dimana untuk keperluan itu diperlukan teknologi pembudidaya alga berupa fotobioreaktor. Dengan teknologi fotobioreaktor ini, tingkat produktivitas alga dapat ditingkatkan menjadi 2 hingga 5 kali lebih tinggi dari kondisi normalnya. Gas CO2 yang keluar dari cerobong asap selanjutnya dapat langsung disambungkan ke fotobioreaktor dan dimanfaatkan oleh alga untuk pertumbuhannya melalui mekanisme fotosintesis.

Percobaan fotobioreaktor telah memberikan hasil dan indikasi yang positif akan kemampuan fitoplankton dalam mereduksi kandungan CO2 yang diinjeksikan ke dalam fotobioreaktor. Fitoplankton jenis Chaetoceros gracilis ini terbukti mampu beradaptasi dengan pH yang lebih rendah dari kondisi inokulasinya. Namun demikian karena percobaan ini masih dalam tahap awal, maka percobaan-percobaan selanjutnya serta penyempurnaan-penyempurnaan masih perlu dilakukan agar dapat dihasilkan data yang lebih baik sehingga tujuan dari studi ini dapat dicapai.

Padang rumput sumber biofuel unggulan masa depan.

Kebanyakan orang sudah semakin menyadari bahwa energi alternatif pengganti bahan bakar minyak untuk kendaraan bermotor di masa depan harus segera ditemukan dalam waktu dekat.Para peneliti dari Universitas Minnesota berpendapat bahwa campuran dari rerumputan padang rumput adalah sumber biofuels yang paling baik. Mereka meyakini pendapat bahwa bahan bakar yang terbuat dari biomass padang rumput adalah bahan bakar yang ‘karbon negatif’, maksudnya bahwa dengan menggunakan biomass padang rumput akan mengurangi kadar karbondioksida di atmosfer. Lain halnya dengan menggunakan ethanol jagung atau biodiesel kedelai yang merupakan ‘karbon positif’, yaitu penggunaannya akan menambah kadar karbondioksida pada atmosfer. Para peneliti tersebut bahkan berpendapat bahwa dengan memproduksi bahan bakar yang terbuat dari rerumputan di tanah/ladang yang sudah tidak layak tanam untuk pertanian, akan mengurangi emisi karbondioksida global sampai 15%. Walaupun pendapat ini tentu saja masih mendapatkan sanggahan dari ahli lainnya.
David Tilman, seorang profesor ekologi dari Universitas Minnesota dan direktur dari Cedar Creek Natural History Area, merupakan ketua dari proyek riset ini. “Biofuels yang dibuat dari campuran keanekaragaman tanaman padang rumput bisa mengurangi pemanasan global dengan menyingkirkan karbon dioksida dari atmosfer.” Juga kalau ditanam di atas tanah tidak subur, mereka bisa menyediakan sebagian besar keperluan energi global, dan membiarkan tanah yang subur untuk produksi makanan, ujar Tilman.
Berdasarkan pada 10 tahun penelitian di Cedar Creek Natural History Area, studi yang dilakukan menunjukkan bahwa tanah pertanian yang ditanami dengan campuran tanaman padang rumput yang sangat bermacam-macam dan tanaman berbunga lain menghasilkan 238 persen lebih banyak bioenergi rata-rata, daripada lahan sama yang ditanami dengan berbagai tanaman padang rumput satu spesies, termasuk monocultures switchgrass.
Sebab dasar mengapa keaneka-ragaman hayati menyebabkan efisiensi yang lebih baik daripada monocultures sangat mudah untuk dimengerti: beberapa tanaman tumbuh selama musin semi sedangkan yang lain bertambah besar pada musim lain, oleh sebab itu mereka ‘melengkapi’ satu sama lain.

Apabila semua orang memperhitungkan pertumbuhan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan selama pertumbuhan, proses memanen, mengangkut dan mengubah tanaman ke dalam bahan bakar — serta karbon dioksida yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar— dan membandingkannya dengan jumlah karbondioksida yang dihirup oleh tanaman-tanaman tersebut selama proses pertumbuhan, padang rumput memiliki efisiensi 6-16 kali lebih baik daripada biji-bijian jagung ethanol atau biodiesel.
Ini adalah perkembangan sangat besar, dan lebih baik lagi karena rerumputan bisa berkembang dan tumbuh di daerah/ladang yang sudah tidak layak lagi untuk digunakan sebagai lahan pertanian.
Kesimpulannya, dengan menanam beraneka ragam tanaman (rerumputan) diatas 500.000.000 hektare lahan yang sudah tidak layak pakai untuk pertanian, di seluruh dunia, akan bisa menggantikan sekitar 13% dari konsumsi minyak global, dan mengurangi sekitar 15% dari emisi karbon dioksida, taksiran Tilman dan koleganya. (House of Wavega)

Pengertian DELH

Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat DELH, adalah dokumen yang memuat pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang merupakan bagian dari proses audit lingkungan hidup yang dikenakan bagi usaha dan/atau kegiatan yang sudah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki dokumen amdal.

Pengertian DPLH

Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang selanjutnya disingkat DPLH, adalah dokumen yang memuat pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang dikenakan bagi usaha dan/atau kegiatan yang sudah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan tetapi belum memiliki UKL-UPL.

Kriteria DELH dan DPLH

DELH atau DPLH wajib disusun oleh penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi kriteria:

  1. telah memiliki izin usaha dan/atau kegiatan sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  2.  telah melakukan kegiatan tahap konstruksi sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
  3. lokasi usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan; dan
  4. tidak memiliki dokumen lingkungan hidup atau memiliki dokumen lingkungan hidup tetapi tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

DELH atau DPLH wajib disusun paling lama tanggal 3 Oktober 2011.
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat meminta bantuan kepada konsultan dalam penyusunan DELH atau DPLH. (PerMen LH No. 14 Tahun 2010)

Persyaratan untuk penyusun DELH adalah :

  • Personil berkualifikasi auditor dan pengalaman menyusun minimal 5 (lima) dokumen AMDAL dalam 5 (lima) tahun terakhir; atau
  • Personil bersertifikat kompetensi penyusun AMDAL dan pelatihan metodologi Audit (Audit LH, Pengenalan Audit LH, Audit SML, Audit K3/HSE, atau Audit Sistem Mutu)

Berdasarkan penilaian portofolio yang telah dilaksanakan oleh KLH, dengan ini diinformasikan daftar personil yang memenuhi syarat sebagai Penyusun Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup (DELH) sesuai dengan Peraturan MENLH No.14 tahun 2010 sebagai berikut :

Daftar Penyusun DELH

No.

Nama

Jabatan/ Perusahaan

Alamat

No. Telp

1 Mohammad Irwin Lead Auditor/ PT.Sucofindo-SBU SICS Pesona Khayangan Estate Blok EX1/5 Jl. Margonda Raya No.45- Depok.16411 08161326802
2 Triyan Aidilfitri (konfirmasi: pengalaman kerja bidang LH) Marketing and Bussiness Support Senior Manager/ PT.Sucofindo-SBU SICS Villa Bogor IndahBlok E4 No.11 Kedung Halang-Bogor 16710 0816778022
3 Aryani Marlina EMS ISO 14001 & OHSAS 18001 Lead Auditor/ PT.Sucofindo-SBU SICS Jl. Cipinang Kebembem I No.12 RT 14/RW 13, Kel. Pisangan Timur, Jakarta Timur (021) 7983666 
4 Ali Akbar  QHSE Auditor/ JDC Indonesia Jl. Ringroad Utara No.04, RT/RW: 003/46Maguwoharjo, Yogyakarta-55282 (0274) 43323860818190130

081319545339

5 Yun Hariyuana Staff Teknis PT Gelar Buana Semesta Jl. Leo 2 Blok B2/62 Jaka Setia, Bekasi 17147 (021) 8200785,081510001245
6 Yunus Aprianto Deputi GM System 1/ PT. TUV Jl. Bintaro Melati VII A Blok TA No.6 Perum Bumi Bintaro Permai, Jakarta Selatan (021) 73703100811970358
7 Emboyo Retno Direktur PT. INOA Konsultindo Ruko Golden Road C26 No.93 BSD City (021) 5382104;0811183385
8 Ilan Rohilan Suriadi Direktur PT. Nalika Utama Perumahan Pulogebang Permai Blok G-8/1 Cakung Jakarta Timur (021) 487013860811857740
9 Ir. Dodi Trianto Direktur PT. Wira Triastika Cevana Pondok Hijau Permai Blok M.2 No.12 B, Bekasi 17115 (021) 824064680818715588
10 A. Yessie Nurcahyani Independen Perumahan Pulogebang Permai Blok G-8/1 Cakung Jakarta Timur (021) 48701386081398942399
11 Dra. Muflizah Staf Ahli PT. Wira Triastika Cevana Jl. Mindi No.4 B Jakarta 14270 (021) 4393629108128010568
12 Dahyar Muhammad Staf Ahli Bidang Sosial PT. Wira Triastika Cevana Jl. Menteng Rawa Panjang No.20 RT 009/09 Kel. Menteng Atas, Kec. Setiabudi, Jakarta Selatan 12960 085216127821 
13 Edvia Indrania Tenaga Ahli Lingkungan (Fisika-Kimia) PT. Wira Triastika Cevana Jl. Warga No.1C RT 004/03 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 081380277471
14 Bambang Soeswanto Konsultan Lingkungan dan Industri Jl. Margamakmur D.14, Ciwastra ,Bandung 08562140014

Gas Metan Di TPA Sampah

Produksi sampah di Indonesia sebanyak 167 ribu ton/hari yang dibuang mampu memproduksi gas metan sebanyak 8.800 ton/hari pada tahun 2008. Itu dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia atau produksi sampah 800 gram/hari/orang.

”Selain itu, berdasarkan data KLH pada tahun 2008, sampah yang diolah menjadi kompos dari produksi sampah tersebut hampir 5 persen atau 12.800 ton/hari, sehingga bila dikelola dengan baik akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan negara,” kata Asdep Pengendalian Limbah Domestik Kementrian Negara LH, Tri Sony Laksono di Jakarta, Jumat (20/2).

Menurut dia, potensi emisi metan sebanyak itu dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca sebesar 745,2Gg (giga gram), namun angka tersebut masih kecil bila dibandingkan dengan sektor lain seperti perubahan penggunaan lahan kehutanan, energi, transportasi dan pertanian.

Namun demikian, meski konstribusi terhitung kecil, daya rusak gas metan terhadap lapisan ozon 21 kali lebih kuat dibandingkan dengan Carbondioksida (CO2).

Bahkan bila sampah organik tersebut dikomposkan dapat menghilangkan potensi emisi gas metan, namun dapat mendorong pemanasan global sebesar 1,5 Gg(giga gram)/tahun. (T.mf/ysoel)

 

Gas Metan di Tambang Batu Bara

Metan adalah gas yang lebih ringan dari udara, tak berwarna, tak berbau, dan tak beracun.

Metan terdapat di semua lapisan batubara, terbentuk bersamaan dengan pembentukan batubara itu sendiri.

Di tambang batu bara bawah tanah, udara yang mengandung 5-15% metan dan sekurangnya 12.1% oksigen akan meledak jika terkena percikan api.

Jumlah metan dalam suatu lapisan amat bervariasi. Konsentrasi metan akan meningkat seiring peningkatan kualitas batubara dan kedalaman cadangan.

Metan terkandung dalam lapisan pori batubara dan terkompresi disana. Saat lapisan tersebut ditambang, metan yang bersemayam di pori lantas terlepas.

Sebanyak 70-80% kadar metan justru bukan berasal dari lapisan yang sedang ditambang. Sebagian besar metan berasal dari lapisan sekelilingnya (atas/bawah, kiri/kanan) yang belum ditambang.

Ini bisa terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara metan di pori-pori batubara (tekanan tinggi) dengan tekanan udara terowongan(lebih rendah). Gas bertekanan tinggi akan selalu mencari udara dengan tekanan lebih rendah.

Di awal perkembangan tambang batubara, sirkulasi udara yang tidak cukup, kegagalan deteksi atas keberadaan metan, penggunaan api, merokok, atau penggunaan bahan peledak (black powder) yang tidak tepat, menjadi penyebab utama ledakan di tambang batubara bawah tanah.

Cara yang paling umum digunakan untuk mengurangi kadar metan adalah dengan merancang suatu sistem sirkulasi udara (ventilasi) yang baik. Udara yang cukup dan sirkulasi yang lancar diharapkan mampu mengurangi kadar gas berbahaya ini.

Hanya saja, terkadang ventilasi saja tidak mencukupi. Ada kalanya jumlah udara yang melimpah tetap tidak mampu mengurangi kadar metan. Jika ini yang terjadi, pengurangan kandungan metan mesti dilakukan sebelum penambangan itu sendiri dimulai

 

Pengembangan Gas Metan

Indonesia mulai mengembangkan gas metan (Coal Bed Methane) sebagai energi alternatif untuk menggantikan minyak bumi yang akhir-akhir ini melonjak harganya mendekati ambang batas psikologis US$ 100 per barel.
“Potensi cadangan gas metan yang kita miliki cukup melimpah,” kata Senior Geologist, Pusat Teknologi Produksi dan Ekplorasi Pertamina, Nanang Muksin Halik di tengah berlangsungnya pameran industri minyak dan gas serta industri penunjangnya di Riyadh, Rabu (14/10). Sebanyak 28 industri perminyakan dan gas serta industri penunjangnya ambil bagian dalam pameran tersebut.
Menurut dia, Indonesia paling tidak memiliki potensi sumberdaya gas metan sekitar 453 triliun cubic feet di lokasi-lokasi penambangan batubara yang tersebar di Sumatera (Ombilin, Bukit Asam dan Jambi) serta di Kalimantan (a.l. Kutai dan Berau) yang sejauh ini belum dimanfaatkan.
Dengan melonjaknya harga minyak bumi, sambungnya, mau tidak mau pemerintah harus berupaya melakukan diversifikasi energi dengan menggali potensi energi terbarukan yang dimiliki, termasuk gas metan, selain biofuel dan energi geothermal. Program pengembangan gas metan telah dimulai sejak l995 antara pemerintah Indonesia dan perusahaan minyak, Caltex.
Sementara Manajer Pengembangan Usaha Pertamina, Dewi Gentana mengungkapkan bahwa sejauh ini telah dilakukan evaluasi bersama antara pemerintah dan sejumlah perguruan tinggi guna mengidentifikasi keakurasian jumlah potensi cadangan gas metan yang tersedia.
Di Amerika Serikat, lanjut dia, pemanfaatan gas metan sebagai energi mencapai 10% dari total kebutuhan energi di negara itu. Sedangkan di kota Sydney mencapai l5%, bahkan di Queensland mendekati 25% dari total kebutuhan energi.
Dewi menambahkan, sejauh ini sudah tercatat kemitraan dengan pihak swasta dalam bentuk konsorsium di 15 wilayah kerja penambangan batubara di bawah koordinasi BP Migas yang akan menangani eksplotasi penambangan gas metan. Pameran industri perminyakan dan gas tersebut diselenggarakan dalam rangkaian KTT III OPEC yang akan berlangsung l7 sampai 18 November.
Sementara itu, Menteri Perminyakan Arab Saudi Ali Al-Naimi mengesampingkan kemungkinan OPEC untuk menaikkan produksi dalam upaya menahan laju lonjakan harga minyak akhir-akhir ini. Menurut dia, kekhawatiran terhadap anjloknya pasokan yang memicu naiknya harga minyak akhir-akhir ini tidak berdasar sama sekali.
KTT IIII OPEC akan diikuti pimpinan atau perwakilan negara-negara anggotanya yakni Aljazair, Angola, Arab Saudi, Indonesia, Iran, Irak, Kuwait, Libya, Nigeria, Qatar, Uni Emirat Arab dan Venezuela. Wapres H Yusuf Kalla akan memimpin delegasi Indonesia dalam pertemuan akbar tersebut. (Antara/E1)