Category: Renungan


Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Q.S Al-Baqarah, 2: 261)
Dan carilah pada aa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan jangalah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (Q.S Al-Qashash, 28:77)
Siapa yang tidak menginginkan kekayaan dan kebahagian. Hampir setiap hari kehidupan berlomba dari pagi sampai sore dan bahkan terkadang malam hari untuk mendapatkan kekayaan dan kebahagian. Berbagai cara telah lahir untuk mendapatkan kekayaan dan kebahagiaan. Setiap orang menginginkan kekayaan sekaligus kebahagian. Berbagai ikhtiar mulai yang mengikuti aturan agama dan norma sampai melanggar aturan untuk mendapatkan kekayaan dan membeli kebahagiaan.
Dengan kekayaan mampu mendatangkan berbagai kemudahan dan juga keinginan yang selama ini hanya menjadi angan-angan dan harapan semata. Kekayaan juga dapat mendatangkan kebahagiaan. Kekayaan menjadi sebuah daya dorong untuk mendapatkan berbagai keinginan yang tidak terbatas. Bagi sebahagian kekayaan menjadi sebuah simbolis kebahagian dan prestise.
Namun kekayaan dan kebahagian bukan hanya sesuatu yang menyangkut dengan materi semata. Banyak dipersepsikan bahwa kekayaan adalah pencapaian dalam bidang asset yang terlihat seperti rumah, mobil, tanah, saham dan perhiasan. Hal ini seiring dengan budaya matrealieme yang di pertontonkan berbagai media, sinetron, film, bacaan, pendidikan, pelatihan dan berbagai seminar.
Namun fakta menunjutkkan bahwa banyak yang mempunyai kekayaan, namun merasa masih miskin dan tidak bahagia. Tidak sedikit yang meninggalkan kekayaan materi dan memberikan untuk kegiatan amal dan membantu fakir miskin. Ketika memberikan dan membagikan kekayaan maka ia mendapatkan kekayaan yang sebenarnya yang selama ini hilang dari kehidupan.
Para sahabat Nabi Muhammad Saw seperi Abu Bakar Ra, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, Abdurrahman bin Auf dan beberapa orang sahabat anshar adalah orang yang mempunyai kekayaan materi dan sekaligus kekayaan ilmu dan jiwa. Ketika kaum muhajirin hijrah ke Madinah, dimana meninggalkan harta, kekayaan, istri, suami sebagai penopang kehidupan. Dalam hijrah hanya membawa keyakinan kepada Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Penduduk madinah atau kaum anshar memberikan sebahagian asset kekayaan mereka kepada saudara muhajirin berupa, kebun kurma, rumah sebagai tempat tinggal, modal dan juga istri bagi mereka yang tidak membawa istri mereka. Kaum muslimin mampu menjadi pribadi-pribadi yang bahagia sekaligus mempunyai kekayaan materi, jiwa dan ilmu.
Keputusan dan tindakan apa yang Anda ambil?
Ketika kejadian ini hadir di hadapan anda dari berbagai realitas kehidupan dan membutukan sebuah keputusan untuk melakukan tindakan. Pilihan tindakan akan memberikan gambaran tentang indikator kekayaan yang dimiiki. Tindakan apa yang akan Anda lakukan?.
Pertama. Dengan pakaian lusuh dan kumal ia mengucapkan Assalamu’alaikum wr. wb di depan Anda ia mengadahkan tangan. Dengan wajah memelas ia meminta bantuan Anda. Ia bercerita bahwa ia tidak makan beberapa hari. Tubuhnya telah tua dan renta. Guratan keriput menghiasi wajahnya yang telah dimakan zaman. Barangkali anda berfikir kenapa ia berbuat sampai seperti ini, Apakah ia tidak mempunyai keluarga atau anak yang menjaganya sebagai bentuk bakti mereka. Berbagai fikiran Anda berkelabat. Hal apa yang akan anda lakukan?
Kedua. Seorang teman Anda datang dengan pembawaan kusut dan ia mengalami permasalahan dalam usahanya yang baru ia rintis. Dengan harapan usaha yang berkembang dan ia hendak melakukan tambahan modal ternyata ia di tipu oleh klien. Usaha yang ia rintis mesti gulung tikar dan meninggalkan hutang piutang yang jatuh tempo. Saran apa yang anda berikan dan lakukan?
Ketiga. Saudara Anda datang mengadakan berbagai problematika kehidupan kepada Anda. Tentang bagaimana ia menghadapi persoalan-demi persoalan yang ia terkadang tidak sanggup untuk menanggung. Sedangkan ia secara materi merupakan orang yang berkecukupan. Ia meminta pertimbangan Anda untuk memberikan jalan keluar. Ia mengharapkan bimbingan untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang di hadapinya?
Keempat. Anda mendapati seseorang yang melakukan perjalanan atau musafir kelana dan ia mengalami kehabisan bekal dan tidak memiliki tempat menginap untuk beberapa hari. Anda baru mengenalnya dan ia bukanlah siapa-siapa Anda. Ia meminta bantuan Anda untuk dapat membantu ia bisa kembali ke kampung halamannya. Tindakan apa yang akan Anda lakukan?
Berbagai bentuk permasalahan pernah hadir dalam kehidupan Anda. Atau barangkali Anda sendiri pernah merasakan dan mengalami sendiri. Dari berbagai contoh diatas membutuhkan bantuan yang satu sama lain berbeda dalam penangannya. Untuk dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut membutuhkan uang, harta, ilmu dan juga hati. Uang atau kekayaan asset, ilmu pengetahuan atau keterampilan Anda adalah kekayaan yang berharga dalam kehidupan Anda. Dengan itu semua Anda mendapatkan banyak kemudahan dan juga kelimpahan materi, jaringan atau network.
Kekayaan memberikan banyak kemudahan. Yang selama ini mendapatkannya adalah sebuah kesulitan dengan kekayaan semua menjadi mudah. Seperti untuk bepergian ke luar pulau atau membeli sesuatu barang. Kekayaan memberikan banyak pilihan. Aneka pilihan hadir datang silih berganti tanpa pernah berhenti. Selama ini berbagai pilihan enggan datang dan tidak mungkin memilih pilihan karena disebabkan oleh ketiadaan kekayaan. Kekayaan memberikan banyak kesempatan. Kekayaan memberikan banyak peluang. Kekayaan memberikan banyak pemberian.
Berbeda banyak ketika Anda berada dalam situasi yang terbalik. Terbelenggu dengan kemiskinan yang memberikan sedikit kemudahan. Kemiskinan materi menjadikan berbagai hal terasa sulit untuk dapat di raih. Kemiskinan materi mengurangi kemampuan untuk menikmati kehidupan yang lebih layak. Mengakibatkan tidak bisa membantu mereka yang kesusahan kala bencana datang.
Kemiskinan ilmu memberikan kesempitan dalam berfikir. Kesusahan dalam menghadapi aneka permasalahan hidup. Kemiskinan ilmu menjadikan Anda tidak dapat melanjutkan pendidikan dan mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan intelektual Anda. Kemiskinan ilmu memberikan sedikit kesempatan untuk membantu orang yang kesusahan tentang sesuatu hal. Kemiskinan ilmu memberikan sedikit ruang untuk berbagi dan memberi ilmu yang bermanfaat.
Sedangkan kemiskinan jiwa mengakibatkan kehidupan sempit. Merasakan hidup adalah bentuk kesengsaraan, mengalami depresi, kehancuran rumah tangga, bunuh diri. Kemiskinan jiwa menjadikan hidup tidak memberikan apa-apa. Tidak bisa menjadikan sandaran bagi orang-orang yang dicintai, malah menjadi beban bagi orang lain. Hidup selalu berkeluh kesah, mengumpat dan tidak mampu melihat kebaikan alam dan kebaikan dalam diri sendiri.
Hanya orang yang mempunyai kekayaan mampu memberikan kebaikan. Sedangkan kemiskinan dapat mendatangkan kemudaratan apalagi sampai kepada kekufuran.
Islam sebagai agama memberikan pedoman terbaik dan terlengkap untuk mendapatkan kekayaan dan kebahagiaan. Motivasi ummatnya untuk mendapatkan kekayaan dan kebahagiaan sekaligus. Islam tidak mengajarkan untuk hidup dalam kemiskinan materi, ilmu dan jiwa dan tidak merasakan kebahagiaan.
Islam sebagai sebuah cara hidup terangkum dalam rukun Iman dan rukun Islam. Alqur’an sebagai pedoman lengkap tentang tata laksana nilai, metode, aplikasi untuk mendapatkan kekayaan dan kebahagiaan. Rasulullah sebagai contoh penerapan yang ditopang dengan sunnah perbuatan, ucapan dan persetujuan akan segala sesuatu untuk mendapatkan kekayaan dan kebahagian.
Kemerdekaan diri di lambangkan dengan syahadat. Dimana kita telah membebaskan diri dari ketergantungan terhadap apapun. Apakah itu terhadap benda, materi, orang lain. Dan menjadikan diri hamba Allah. Allah sebagai tempat bergantung, berharap dan memulangkan segala sesuatu.
Kemudian diikuti dengan pengabdian dan pemeliharaan diri dan jiwa lewat sholat. Dalam ibadah shalat membentuk pribadi yang tangguh, disiplin. Shalat membentuk kekayaan jiwa. Pribadi yang shalat adalah pribadi yang mampu mencapai kebahagiaan spiritual terlepas dari kemiskinan jiwa.
Zakat sebagai motivasi untuk mendapatkan kekayaan materi. Ibadah zakat memiliki dimensi kebahagiaan berbagi atas kekayaan materi. Zakat memberikan panduaan terbaik untuk mendapatkan kekayaan materi dan kekayaan jiwa sekaligus. Zakat mendorong untuk melakukan ekplorasi dan memaksimalkan semua instrumen kekayaan. Dengan pribadi yang tangguh dan disiplin dari ibadah kita dapat memaksimalkan menciptakan kekayaan.
Zakat memberikan sebuah daya dorong berbeda dengan dorongan dalam berbagai pencapaian materi lainnya. Dalam berbagai buku tentang mencapai kekayaan hanya memberikan panduan untuk mencapai kekayaan dengan menyampingkan daya dorong spiritual. Sedangkan zakat memiliki daya dorong spiritual religius, yang menghatarkan kekayaan dan kebahagian sekaligus.
Haji sebagai rukun Islam terakhir adalah ibadah yang menghadirkan kebahagiaan yang ditopang oleh kekayaan. Haji mendorong untuk memaksimalkan kekayaan untuk dapat menunaikan ibadah haji, meninggalkan kekayaan untuk orang yang ditinggalkan. Tiada kewajiban haji ketika meninggalkan kemiskinan orang yang ditinggalkan.
Tiga macam kekayaan
Kaya asset
Kekayaan asset adalah sebuah penciptaan kepemilikan harta benda, saham yang mendatangkan pendatapan. Asset adalalah kekayaan yang terus memberi nilai lebih dari kegiatan usaha dimana pemilik tidak ikut mengelola. Kekayaan asset melahirkan banyak peluang untuk berinvestasi kembali dalam asset.
Seperti seorang yang mempunyai asset peternanakan ia tidak mesti turun dalam pengelolaan peternakan cukup dengan meminta orang lain untuk mengelola dengan sistem bagi hasil. Atau seperti orang yang mempunyai kekayaan dalam bentuk saham dimana ia tidak ikut dalam pengelolaan perusahaan.
Dalam ayat dalam surat albaqarah ayat 261 Allah memberikan sebuah ilustrasi indah tentang bagaimana membangun kakayaan asset dapat tumbuh berkembang melebihi 700 kali lipat bahkan lebih. Ilustrasi yang digunakan adalah seperti sebuh biji yang tumbuh menjadi tujuh tangkai. Setiap tangkai menghasilkan seratus biji.
Menginvestasikan kekayaan harus mengikuti kaidah menciptakan pertumbuhan yang dapat membuka lapangan pekerjaan, menggerakkan ekonomi masyarakat. Daya dorong untuk menciptakan kekayaan asset adalah ibadah zakat. Dimana kekayaan asset mendatangkan kekayaan lainnya berlipat ganda.
Kaya ilmu
Iqra’ sebagai wahyu pertama adalah sebuah pemicu awal untuk melakukan riset, penelitian, pengumpulan data fakta, menganalisa, merumuskan dan mengambil kesimpulan tentang fenomena, kejadian. Dengan melakukan Iqra menciptakan berbagai bidang ilmu yang berguna untuk mendapatkan kebahagiaan.
Penciptaan karya-karya fenomenal lahir dari orang-orang yang mencintai ilmu. Bukhari Muslim sebagai pewari hadist adalah orang-orang yang sangat mencintai ilmu. Untuk menelusuri sebuah hadist ia melakukan perjalanan panjang dari satu negri kepada negri yang lain. Dengan kumpuan hadist shahih Bukhari Muslim kita mendapatkan manfaat yang sangat berharga dalam mengikuti sunnah Rasulullah.
Kekayaan ilmu memberikan kemudahan bagi banyak kesulitan hidup. Penciptaan bilangan nol oleh alkhawarizmi menjadikan dasar untuk menghasilkan rumusan binari untuk ilmu sain dan elektronika. Ibnu sina yang dikenal dengan Avicena meletakkan dasar dari pengobatan modren. Thomas alfa edison yang menciptakan bola pijar dan berbagai ciptaan lainnya sampai 1000 lebih paten atas namanya. Bill gates yang menciptakan sistem windows untuk memudahkan pekerjaan dengan menggunakan sistem yang telah dikembangkan oleh Bill gates.
Kekayaan ilmu menghantarkan orang untuk mendapatkan kebahagiaan. Ketiadaan ilmu sering menjadikan orang tidak mendapatkan pengalaman baru, cara baru atau metode memahami sesuatu. Dengan ilmu banyak kemudahan dalam menjalankan kehidupan, mendapatkan kebahagian dan menciptakan kebahagian-kebahagian baru.
Kaya jiwa/hati
Kemampuan untuk memberikan kemudahan bagi orang lain. Dengan contoh kasus di atas Anda membutuhkan kekayaan jiwa untuk dapat memberikan tempat bagi gundah gelana saudara atau barangkali teman dan sahabat. Banyak orang yang Anda temukan dalam kehidupan. Kaya jiwa adalah sebuah proses tentang makna kehidupan. Banyak kisah orang yang disekitar kita yang mampu mendengarkan berbagai keluh kesah.
Kekayaan jiwa menghantarkan kemudahan dalam memahami pasang surut kehidupan. Ketika kita bertemu dan bercerita dengan orang yang mempunyai kekayaan jiwa.
Sebuah kisah yang sering dikutip dalam berbagai sesi pelatihan dan buku-buku pembangun jiwa dimana seorang pemuda yang mengadukan permasalahannya kepada seorang tua. Dengan tenang ia meminta pemuda untuk memasukkan garam dalam segelas air, dan kemudian memimunmnya. Kemudian pemuda itu mengatakan sangat pahit. Kemudian ia meminta menebarkan garam di sebuah telaga yang tidak jauh dari rumah pak tua. Kemudian pemuda disuruh untuk meminum sedikit air telaga yang telah diberikan segenggam garam. Ia mengatakan tidak merasakan pahit akibat asinnya garam.
Inilah kisah yang memberikan sebuah prespektif tentang kekayaan jiwa. Jiwa yang kaya mampu menampung banyak kepahitan dan menjadikan sebuah kenikmatan dan tidak mempengaruhi kemampuannya untuk menyegarkan orang yang minum dari kekayaan jiwanya.
Tiga Kebahagian
Dr. Tawfik A. Al- Kusayer dalam bukunya seni menikmati hidup memberikan tiga kebahagian yang dinamakan dengan segitiga kebahagian hidup. Kebahagian ini bertumpu pada tiga dimensi yang terdapat dalam kediriankita sebagai manusia.
Tubuh.
Tubuh manusia adalah sistem yang sangat komplit dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Tubuh memiliki keunikan dan bahasa tersendiri untuk mendapatkan kebahagiaan. Satu bagian tubuh sakit akan mengakibatkan tubuh lainnya merasakan hal yang sama. Ketika salah satu anggota tubuh tidak sehat maka ia mengurangi kebahagiaan dalam hidup.
Tubuh mampu mendorong seseorang untuk memaksimal kan usaha melakukan mendapatkan kebahagian. Dengan kondisi tubuh yang sehat dan prima manusia dapat menikmati kebahagian. Sedangkan tubuh yang sakit dapat merenggut kebahagian Anda.
Ketika sakit kepala yang terus menerus menyebabkan hilangnya kebahagian melakukan perenungan dan memaksimalkan pemikiran untuk bekerja, beraktivitas, menikmati bersama keluarga. Sakit menjadikan aspek kebahagian berkurang. Tidak sedikit orang yang melakukan bunuh diri untuk menghilangkan rasa sakit yang terus mendera.
Tubuh sebagai tumpuan untuk mendapatkan kebahagiaan membutuhkan perlakuan dengan mengkonsumsi makanan sehat dan berimbang. Ketika perlakuan terhadap tubuh baik maka ia akan memberikan balasan berupa kenikmatan kesehatan.
Ruh (spritual)
Mendorong untuk menggapai ketinggian dan keluhuran, mencintai sifat-sifat keluruhan, kedermawaan, pengorbanan, keadiaan dan mencintai amal-amal kebaikan. Dorongan untuk keberartian seperti disampaikan oleh abraham maslow dengan 5 tingkatan motivasi orang mencapai sesuatu. Aktualisasi diri adalah dorongan dari sisi ruh atau spiritual.
Ketika kita membantu orang lain untuk meringankan beban atau kesulitan, seperti membantu korban bencana gempa, stunami, banjir maka dorongan itu adalah dorongan dari spiritual. Banyak kisah kita kenal dengan kepahlawanan yang tidak ingin mendapatkan penghargaan. Namun perjuangan mereka mampu memberikan kemerdekaan bagi bangsanya yang terjajah.
Dorongan spiritual inilah yang menjadikan orang bahagia ketika telah menyelesaikan pekerjaan. Ketika melihat bahwa usaha selama ini memberikan manfaat besar bagi orang lain dan alam sekitarnya maka ada sebuah kebahagiaan, inilah bentuk kebahagian dari dorongan ruh (spiritual).
Akal
Mendorong untuk merenung dan berpikir, menghasilkan berbagai pikiran yang dapat menghasilkan berbagai kebahagian. Dorongan akal memberikan kebahagian dengan melakukan kerja-kerja intelektual. Para ulama dan ilmuan mendapatkan dorongan kebahagian dengan memikirkan banyak hal. Ibnu sina dengan dorongan akal ia menjadi ilmuan multi disiplin ilmu, Ibnu Khaldun melahirkan karya Muqaddimah sebagai dorongan untuk mendapatkan kebahagiaan dalam cakupan bernerga.
Dimensi kebahagian dari sisi penggunaan akal melahirkan sikap optimis dalam menajalankan kehidupan. Melihat kehidupan adalah sebuah tempat terbaik untuk melakukan penggalian dan mencari hal-hal yang bermanfaat untuk kehidupan.
Ketika masih kecil, ada sebuah kebahagiaan ketika mendapatkan sesuatu yang baru. Ketika bermain tanah suara keceriaan dala derai tawa mengetahui tanah bisa menjadi becek dengan menambahkan air. Ada kebahagian ketika bisa membongkar mainan baru. Kebahagian ketika bisa bermain air dengan menepuk-nepuk permukaan air. Seiring berkembangnya usia penggunaan akal meningkat, berbagai pertanyaan muncul menggelitik kepenasaran.
Sering ayah, ibu atau orang dewasa lainnya tidak mampu menjawab pertanyaan yang terkadang nyeleneh dan usil. Namun ketika mendapatkan jawban maka ada sebuah kesenangan yang terpancar. Inilah dimensi kebahagian bersumber dari akal.
Ketika dimensi kebahagiaan: tubuh, ruh dan akal akan saling mempengaruhi dan menguatkan satu sama lain dengan menjaga keseimbangan masing-masing. Namun juga memberikan ketidakbahagiaan ketika salah satu tidak seimbang dan tidak berkembang.
***
Daftar Bacaan
Al-Qur’an Al kariim. Terjemahan Departemen Agama RI
A. Riawan Amin, The Celestial Management, Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2004
Anif Sirsaeba. Berani Kaya Berani Taqwa. Cet. ke 5 Jakarta Penerbit Republika 2007
Stephen Barnabas. Financial Self Concept.
Roger Hamilton. Your Life Your Legacy. Terjemahan PT. BPK Gunung Emas, 2008
Dr. Tawfik A. Al-Kusayer, Seni Menikmati Hidup. Tarbawi press, Jakarta, 2009
Dr. H. Briliantono M. Soenarwo, SpOT & KH. Muhammad Rusli Amin, MA, Sehat Tanpa Obat, Pustaka Almawardi , Jakarta, 2010

JANGAN LUPA BERSYUKUR

Syukur di Kala Meraih Sukses…..

Di kala impian belum terwujud, kita selalu banyak memohon dan terus bersabar menantinya. Namun di kala impian sukses tercapai, kadang kita malah lupa daratan dan melupakan Yang Di Atas yang telah memberikan berbagai kenikmatan. Oleh karenanya, apa kiat ketika kita telah mencapai hasil yang kita idam-idamkan? Itulah yang sedikit akan kami kupas dalam tulisan sederhana ini.

Akui Setiap Nikmat Berasal dari-Nya

Inilah yang harus diakui oleh setiap orang yang mendapatkan nikmat. Nikmat adalah segala apa yang diinginkan dan dicari-cari. Nikmat ini harus diakui bahwa semuanya berasal dari Allah Ta’ala dan jangan berlaku angkuh dengan menyatakan ini berasal dari usahanya semata atau ia memang pantas mendapatkannya. Coba kita renungkan firman Allah Ta’ala,

لا يَسْأَمُ الإنْسَانُ مِنْ دُعَاءِ الْخَيْرِ وَإِنْ مَسَّهُ الشَّرُّ فَيَئُوسٌ قَنُوطٌ

“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan.” (QS. Fushshilat: 49). Atau pada ayat lainnya,

وَإِذَا أَنْعَمْنَا عَلَى الْإِنْسَانِ أَعْرَضَ وَنَأَى بِجَانِبِهِ وَإِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ فَذُو دُعَاءٍ عَرِيضٍ

“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri; tetapi apabila ia ditimpa malapetaka, maka ia banyak berdoa.” (QS. Fushshilat: 51)

Inilah tabiat manusia, yang selalu tidak sabar jika ditimpa kebaikan atau kejelekan. Ia akan selalu berdo’a pada Allah agar diberikan kekayaan, harta, anak keturunan, dan hal dunia lainnya yang ia cari-cari. Dirinya tidak bisa merasa puas dengan yang sedikit. Atau jika sudah diberi lebih pun, dirinya akan selalu menambah lebih. Ketika ia ditimpa malapetaka (sakit dan kefakiran), ia pun putus asa. Namun lihatlah bagaimana jika ia mendapatkan nikmat setelah itu? Bagaimana jika ia diberi kekayaan dan kesehatan setelah itu? Ia pun lalai dari bersyukur pada Allah, bahkan ia pun melampaui batas sampai menyatakan semua rahmat (sehat dan kekayaan) itu didapat karena ia memang pantas memperolehnya. Inilah yang diisyaratkan dalam firman Allah Ta’ala,

وَلَئِنْ أَذَقْنَاهُ رَحْمَةً مِنَّا مِنْ بَعْدِ ضَرَّاءَ مَسَّتْهُ لَيَقُولَنَّ هَذَا لِي

“Dan jika Kami merasakan kepadanya sesuatu rahmat dari Kami sesudah dia ditimpa kesusahan, pastilah dia berkata: “Ini adalah hakku.”(QS. Fushshilat: 50)

Sifat orang beriman tentu saja jika ia diberi suatu nikmat dan kesuksesan yang ia idam-idamkan, ia pun bersyukur pada Allah. Bahkan ia pun khawatir jangan-jangan ini adalah istidroj (cobaan yang akan membuat ia semakin larut dalam kemaksiatan yang ia terjang). Sedangkan jika hamba tersebut tertimpa musibah pada harta dan anak keturunannya, ia pun bersabar dan berharap karunia Allah agar lepas dari kesulitan serta ia tidak berputus asa.[1]

Ucapkanlah “Tahmid”

Inilah realisasi berikutnya dari syukur yaitu menampakkan nikmat tersebut dengan ucapan tahmid (alhamdulillah) melalui lisan. Ini adalah sesuatu yang diperintahkan sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ

“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS. Adh Dhuha: 11)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

التَّحَدُّثُ بِنِعْمَةِ اللهِ شُكْرٌ ، وَتَرْكُهَا كُفْرٌ

“Membicarakan nikmat Allah termasuk syukur, sedangkan meninggalkannya merupakan perbuatan kufur.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Shahih Al Jaami’ no. 3014).

Lihat pula bagaimana impian Nabi Ibrahim tercapai ketika ia memperoleh anak di usia senja. Ketika impian tersebut tercapai, beliau pun memperbanyak syukur pada Allah sebagaimana do’a beliau ketika itu,

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ

“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. ” (QS. Ibrahim: 39).

Para ulama salaf ketika mereka merasakan nikmat Allah berupa kesehatan dan lainnya, lalu mereka ditanyakan, “Bagaimanakah keadaanmu di pagi ini?” Mereka pun menjawab, “Alhamdulillah (segala puji hanyalah bagi Allah).”[2]

Oleh karenanya, hendaklah seseorang memuji Allah dengan tahmid (alhamdulillah) atas nikmat yang diberikan tersebut. Ia menyebut-nyebut nikmat ini karena memang terdapat maslahat dan bukan karena ingin berbangga diri atau sombong. Jika ia malah melakukannya dengan sombong, maka ini adalah suatu hal yang tercela.[3]

Memanfaatkan Nikmat dalam Amal Ketaatan

Yang namanya syukur bukan hanya berhenti pada dua hal di atas yaitu mengakui nikmat tersebut pada Allah dalam hati dan menyebut-nyebutnya dalam lisan, namun hendaklah ditambah dengan yang satu ini yaitu nikmat tersebut hendaklah dimanfaatkan dalam ketaaatan pada Allah dan menjauhi maksiat.

Contohnya adalah jika Allah memberi nikmat dua mata. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk membaca dan mentadaburi Al Qur’an, jangan sampai digunakan untuk mencari-cari aib orang lain dan disebar di tengah-tengah kaum muslimin. Begitu pula nikmat kedua telinga. Hendaklah nikmat tersebut dimanfaatkan untuk mendengarkan lantunan ayat suci, jangan sampai digunakan untuk mendengar lantunan yang sia-sia. Begitu pula jika seseorang diberi kesehatan badan, maka hendaklah ia memanfaatkannya untuk menjaga shalat lima waktu, bukan malah meninggalkannya. Jadi, jika nikmat yang diperoleh oleh seorang hamba malah dimanfaatkan untuk maksiat, maka ini bukan dinyatakan sebagai syukur.

Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Katsir berkata, sebagai penduduk Hijaz berkata, Abu Hazim mengatakan,

كل نعمة لا تقرب من الله عز وجل، فهي بلية.

“Setiap nikmat yang tidak digunakan untuk mendekatkan diri pada Allah, itu hanyalah musibah.”[4]

Mukhollad bin Al Husain mengatakan,

الشكر ترك المعاصي

“Syukur adalah dengan meninggalkan maksiat.”[5]

Intinya, seseorang dinamakan bersyukur ketika ia memenuhi 3 rukun syukur: [1] mengakui nikmat tersebut secara batin (dalam hati), [2] membicarakan nikmat tersebut secara zhohir (dalam lisan), dan [3] menggunakan nikmat tersebut pada tempat-tempat yang diridhoi Allah (dengan anggota badan).

Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah mengatakan,

وَأَنَّ الشُّكْرَ يَكُونُ بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ

“Syukur haruslah dijalani dengan mengakui nikmat dalam hati, dalam lisan dan menggunakan nikmat tersebut dalam anggota badan.”[6]

Merasa Puas dengan Rizki Yang Allah Beri

Karakter asal manusia adalah tidak puas dengan harta. Hal ini telah diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai haditsnya. Ibnu Az Zubair pernah berkhutab di Makkah, lalu ia mengatakan,

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَقُولُ « لَوْ أَنَّ ابْنَ آدَمَ أُعْطِىَ وَادِيًا مَلأً مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَانِيًا ، وَلَوْ أُعْطِىَ ثَانِيًا أَحَبَّ إِلَيْهِ ثَالِثًا ، وَلاَ يَسُدُّ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ »

“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seandainya manusia diberi lembah penuh dengan emas, maka ia masih menginginkan lembah yang kedua semisal itu. Jika diberi lembah kedua, ia pun masih menginginkan lembah ketiga. Perut manusia tidaklah akan penuh melainkan dengan tanah. Allah tentu menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.” (HR. Bukhari no. 6438)

Inilah watak asal manusia. Sikap seorang hamba yang benar adalah selalu bersyukur dengan nikmat dan rizki yang Allah beri walaupun itu sedikit. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ

“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 667)

Dan juga mesti kita yakini bahwa rizki yang Allah beri tersebut adalah yang terbaik bagi kita karena seandainya Allah melebihkan atau mengurangi dari yang kita butuh, pasti kita akan melampaui batas dan bertindak kufur. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ

“Dan jikalau Allah melapangkan rezki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.” (QS. Asy Syuraa: 27)

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Seandainya Allah memberi hamba tersebut rizki lebih dari yang mereka butuh, tentu mereka akan melampaui batas, berlaku kurang ajar satu dan lainnya, serta akan bertingkah sombong.” Selanjutnya Ibnu Katsir menjelaskan, “Akan tetapi Allah memberi rizki pada mereka sesuai dengan pilihan-Nya dan Allah selalu melihat manakah yang maslahat untuk mereka. Allah tentu yang lebih mengetahui manakah yang terbaik untuk mereka. Allah-lah yang memberikan kekayaan bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya. Dan Allah-lah yang memberikan kefakiran bagi mereka yang Dia nilai pantas menerimanya.”[7]

Patut diingat pula bahwa nikmat itu adalah segala apa yang diinginkan seseorang. Namun apakah nikmat dunia berupa harta dan lainnya adalah nikmat yang hakiki? Para ulama katakan, tidak demikian. Nikmat hakiki adalah kebahagiaan di negeri akhirat kelak. Tentu saja hal ini diperoleh dengan beramal sholih di dunia. Sedangkan nikmat dunia yang kita rasakan saat ini hanyalah nikmat sampingan semata. Semoga kita bisa benar-benar merenungkan hal ini.[8]

Jadilah Hamba yang Rajin Bersyukur

Pandai-pandailah mensyukuri nikmat Allah apa pun itu. Karena keutamaan orang yang bersyukur amat luar biasa. Allah Ta’ala berfirman,

وَسَنَجْزِي الشَّاكِرِينَ

“Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” (QS. Ali Imron: 145)

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.” (QS. Ibrahim: 7)

Ya Allah, anugerahkanlah kami sebagai hamba -Mu yang pandai bersyukur pada-Mu dan selalu merasa cukup dengan segala apa yang engkau beri.

Diselesaikan atas taufik Allah di Pangukan-Sleman, 23 Rabi’ul Akhir 1431 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Sultan Mehmed II atau juga dikenal sebagai Muhammad Al-Fatih (bahasa Turki Ottoman: محمد ثانى Meḥmed-i sānī, bahasa Turki: II. Mehmet, juga dikenal sebagai el-Fatih (الفاتح), “sang Penakluk”, dalam bahasa Turki Usmani, atau, Fatih Sultan Mehmet dalam bahasa Turki; 30 Maret 1432 – 3 Mei 1481) merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Dari sudut pandang Islam, ia dikenal sebagai seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu’ setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di ‘Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).

Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia merupakan anak didik Syekh Syamsuddin yang masih merupakan keturunan Abu Bakar As-Siddiq.

Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambol (Islam keseluruhannya). Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.

Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan solat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.
[sunting] Usaha Sulthan dalam Menakhlukkan Konstantinopel

Istanbul atau yang dulu dikenal sebagai Konstantinopel, adalah salah satu bandar termasyhur dunia. Bandar ini tercatat dalam tinta emas sejarah Islam khususnya pada masa Kesultanan Utsmaniyah, ketika meluaskan wilayah sekaligus melebarkan pengaruh Islam di banyak negara. Bandar ini didirikan tahun 330 M oleh Maharaja Bizantium yakni Constantine I. Kedudukannya yang strategis, membuatnya punya tempat istimewa ketika umat Islam memulai pertumbuhan di masa Kekaisaran Bizantium. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga telah beberapa kali memberikan kabar gembira tentang penguasaan kota ini ke tangan umat Islam seperti dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pada perang Khandaq.

Para khalifah dan pemimpin Islam pun selalu berusaha menaklukkan Konstantinopel. Usaha pertama dilancarkan tahun 44 H di zaman Mu’awiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhu. Akan tetapi, usaha itu gagal. Upaya yang sama juga dilakukan pada zaman Khilafah Umayyah. Di zaman pemerintahan Abbasiyyah, beberapa usaha diteruskan tetapi masih menemui kegagalan termasuk di zaman Khalifah Harun al-Rasyid tahun 190 H. Setelah kejatuhan Baghdad tahun 656 H, usaha menawan Kostantinopel diteruskan oleh kerajaan-kerajaan kecil di Asia Timur (Anatolia) terutama Kerajaan Seljuk. Pemimpinnya, Alp Arselan (455-465 H/1063-1072 M) berhasil mengalahkan Kaisar Roma, Dimonos (Romanus IV/Armanus), tahun 463 H/1070 M. Akibatnya sebagian besar wilayah Kekaisaran Roma takluk di bawah pengaruh Islam Seljuk.

Awal kurun ke-8 hijriyah, Daulah Utsmaniyah mengadakan kesepakatan bersama Seljuk. Kerjasama ini memberi nafas baru kepada usaha umat Islam untuk menguasai Konstantinopel. Usaha pertama dibuat di zaman Sulthan Yildirim Bayazid saat dia mengepung bandar itu tahun 796 H/1393 M. Peluang yang ada telah digunakan oleh Sultan Bayazid untuk memaksa Kaisar Bizantium menyerahkan Konstantinople secara aman kepada umat Islam. Akan tetapi, usahanya menemui kegagalan karena datangnya bantuan dari Eropa dan serbuan bangsa Mongol di bawah pimpinan Timur Lenk.

Selepas Daulah Utsmaniyyah mencapai perkembangan yang lebih maju dan terarah, semangat jihad hidup kembali dengan nafas baru. Hasrat dan kesungguhan itu telah mendorong Sultan Murad II (824-863 H/1421-1451 M) untuk meneruskan usaha menaklukkan Kostantinopel. Beberapa usaha berhasil dibuat untuk mengepung kota itu tetapi dalam masa yang sama terjadi pengkhianatan di pihak umat Islam. Kaisar Bizantium menabur benih fitnah dan mengucar-kacirkan barisan tentara Islam. Usaha Sultan Murad II tidak berhasil sampai pada zaman anak beliau, Sultan Muhammad Al-Fatih (Mehmed II), sultan ke-7 Daulah Utsmaniyyah.

Semenjak kecil, Sultan Muhammad Al-Fatih telah mencermati usaha ayahnya menaklukkan Konstantinopel. Bahkan beliau mengkaji usaha-usaha yang pernah dibuat sepanjang sejarah Islam ke arah itu, sehingga menimbulkan keinginan yang kuat baginya meneruskan cita-cita umat Islam. Ketika beliau naik tahta pada tahun 855 H/1451 M, dia telah mulai berpikir dan menyusun strategi untuk menawan kota bandar tadi. Kekuatan Sultan Muhammad Al-Fatih terletak pada ketinggian pribadinya. Sejak kecil, dia dididik secara intensif oleh para ‘ulama terulung di zamannya. Di zaman ayahnya, yaitu Sultan Murad II, Asy-Syeikh Muhammad bin Isma’il Al-Kurani telah menjadi murabbi Amir Muhammad (Al-Fatih). Sultan Murad II telah menghantar beberapa orang ‘ulama untuk mengajar anaknya sebelum itu, tetapi tidak diterima oleh Amir Muhammad. Lalu, dia menghantar Asy-Syeikh Al-Kurani dan memberikan kuasa kepadanya untuk memukul Amir Muhammad jika membantah perintah gurunya.

Waktu bertemu Amir Muhammad dan menjelaskan tentang hak yang diberikan oleh Sulthan, Amir Muhammad tertawa. Dia lalu dipukul oleh Asy-Syeikh Al-Kurani. Peristiwa ini amat berkesan pada diri Amir Muhammad lantas setelah itu dia terus menghafal Al-Qur’an dalam waktu yang singkat. Di samping itu, Asy-Syeikh Ak Samsettin (Syamsuddin) merupakan murabbi Sultan Muhammad Al-Fatih yang hakiki. Dia mengajar Amir Muhammad ilmu-ilmu agama seperti Al-Qur’an, hadits, fiqih, bahasa (Arab, Parsi dan Turki), matematika, falak, sejarah, ilmu peperangan dan sebagainya.

Syeikh Ak Samsettin lantas meyakinkan Amir Muhammad bahwa dia adalah orang yang dimaksudkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di dalam hadits pembukaan Kostantinopel. Ketika naik takhta, Sultan Muhammad segera menemui Syeikh Semsettin untuk menyiapkan bala tentara untuk penaklukan Konstantinopel. Peperangan itu memakan waktu selama 54 hari. Persiapan pun dilakukan. Sulthan berhasil menghimpun sebanyak 250 ribu tentara. Para mujahid lantas diberikan latihan intensif dan selalu diingatkan akan pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam terkait pentingnya Konstantinopel bagi kejayaan Islam.

Setelah proses persiapan yang teliti, akhirnya pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.

Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.
[sunting] Kutipan atas Mehmed II

* “Konstantinopel akan ditaklukkan oleh tentara Islam. Rajanya adalah sebaik-baik raja & tentaranya adalah sebaik-baik tentara” (Nabi Muhammad)
* “Abdullah bin Amru bin Al-Ash berkata, “bahwa ketika kami duduk di sekeliling Rasulullah SAW untuk menulis, tiba-tiba beliau SAW ditanya tentang kota manakah yang akan futuh terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma. Rasulullah SAW menjawab, “Kota Heraklius terlebih dahulu (Konstantinopel)” (Nabi Muhammad)
* “Aku mendengar baginda Rasulullah S.A.W mengatakan seorang lelaki soleh akan dikuburkan di bawah tembok tersebut & aku juga ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja yang mana dia akan memimpin sebaik-baik tentara seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda” (Abu Ayyub al-Anshari kepada panglima Bani Umayyah)